Langsung ke konten utama

Puasa di negeri orang (2)

"Masih Berapa Jam Lagi...??"

Ini adalah pertanyaan khas anak saya. Tapi ini terjadi pada Ramadhan dua dan tiga tahun lalu. Saat itu adalah Ramadhan pertama kami di Birmingham. Puasa Ramadhan di negeri orang, tentu merupakan pengalaman pertama. Setahun sebelumnya, ketika masih di Indonesia, si nomor dua, mulai belajar puasa penuh ketika baru kelas 2. Alhamdulillah, ia berhasil melewati sebulan puasa dengan baik, minus hari pertama dengan keluhan.

Di Birmingham, yang puasanya lebih  lama, rupanya ia tidak berhasil melewati hari-hari pertama Ramadhan dengan baik. Di siang hari, ia mulai merasakan lapar. Tetapi karena sudah tahu puasa bakal berlangsung hingga setengah sepuluh malam, ia mulai bertanya, "Masih berapa jam lagi?". Saya pun menjawab dengan menghitung bilangan jam terlebih dahulu.

Masalah mulai agak terasa ketika menjelang sore hari. Kalau di Indonesia, ia harusnya sudah menyantap hidangan es buah dan nata de coco. Tapi karena bukan di Indonesia, ia mulai memutar file empitri yang bersemayam di otaknya: "Masih berapa jam lagi?"

Setiap kali itu pula saya berusaha menjawab dengan sabar. Namun ketika pertanyaan itu diulang setiap dua puluh menit, lima belas menit, sepuluh menit, tanda-tanda runtuhnya kesabaran mulai mengubun. Maka saya jawab: "Ya kalau sudah tidak kuat, berbuka saja."

Rupanya ia tidak mau berbuka. Tangan dan kakinya mulai memakan korban kanan kiri di penjuru ruang. Saya dan istri antara sabar tidak sabar sudah berusaha sekuat tenaga meredam amarah. Kata-kata persuasi sudah tidak berguna. Beberapa letupan kata tidak terbendung. Dan begitulah hingga di detik-detik terakhir menjelang berbuka.

Begitulah, menjalani Ramadhan jauh dari kampung halaman, kesiapan mental sebenarnya lebih dibutuhkan dari sekadar mempersiapkan diri secara fisik. Bagaimana menghadapi anak dalam gejolak perasaan antara menahan rasa lapar dalam rentang lebih lama dan mempertahankan tetap berpuasa. Satu hal yang cukup membanggakan datang sesudah itu, yaitu ketika di hari kedua dan seterusnya yang berlangsung tanpa keluhan.
Saya hanya bisa berharap pengalaman ini menjadi tanda telah tertanamnya bibit iman di hati anak saya. Kiranya benih itu yang membuatnya rela marah dan menangis untuk tidak rela bibirnya meneguk  sekadar air segar dan tetap menunggunya hingga waktu berbuka.

Selamat berbuka..

Birmingham, 23.06.15
Al Faqir ibnu Sabil

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKOKOHLAH BAHTERAMU

🌹Ramadhan ke-7 PERKOKOHLAH BAHTERAMU, KARENA SAMUDRA ITU DALAM 🍃🌾Rasulullah pernah berpesan pada Abu Dzar tentang tiga hal. Kata Rasul, “Wahai Abu Dzar, perkokohlah bahteramu, karena samudra itu dalam. Perbanyaklah bekalmu karena perjalanan itu panjang. Ikhlaskanlah amalmu, karena pengintaimu sangat jeli.” ⛵️⛵️Pertama, perkokohlah bahteramu karena samudra itu dalam. Dalamnya samudra itu mengandung resiko. Jika tenggelam, kita bisa mati. Samudra yang dalam itu juga penuh rahasia. Kita tidak pernah tahu ada apa saja di dalamnya. Karang yang besar atau ikan yang buas, sewaktu-waktu bisa mencelakai kita. Karena itu, pengarung samudra yang dalam memerlukan bahtera yang kuat, yang bisa melindungi penumpangnya dari resiko tersebut. ⛵️⛵️Inilah analogi hidup manusia. Hidup manusia di dunia ibarat hidup di tengah samudra yang dalam tersebut. Mempersiapkan bahtera yang kuat berarti mempersiapkan segala hal yang bisa membuatnya bertahan dan mudah mencapai tujuan hidupnya, yaitu akhirat. Tan

Jangan Marah, Ya!

Jangan Marah, Ya! Sebuah Naskah Pidato Singkat untuk siswa MI Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Pertama, Marilah kita berterima kasih kepada Allah Yaitu dengan membaca Hamdalah. Alhamdu.....lillah. Terima kasih Ya. A....llah. Telah kau beri kami A....kal. Sehingga kami dapat bela...jar. Bukan kurang a... jar. Alhamdu....lillah. Kedua, Mari kita membaca sholawat. Allahumma Sholli Ala Muhammad! Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Siapakah yang ingin masuk surga? Ya. Kita semua, pasti, ingin masuk surga. LA TAGHDHOB WALAKAL JANNAH Janganlah marah, maka kamu akan masuk sur...ga. Orang yang ingin masuk surga, maka dia tidak boleh ma..... rah. Walaupun tidak naik kelas, tidak boleh ma.... rah Walaupun tidak dibelikan seragam baru tidak boleh ma.... rah Walaupu
Minggu 1 Agustus  2004 yuli dah pergi dan aku merasa belum memberinya apa-apa.  sayang kami tidak akan pernah bertemu lagi. Aku hanya ada satu kemungkinan untuk bertemu dengan kembarannya... aku harus menunggu setahun lagi. padahal bisa saja besok pagi aku mati. Kau tahu semakin banyak kendaraan yang melaju dengan cepat di jalan. setiap kali menyebrang jalan maka aku harus bersiap untuk masuk ke duani kematuian. Kau juga tahu semakin banyak pisau yang diasah untuk melukai dan membunuh orang lain dengan berbagai tujuan....kau lihat tubuhku.... kurus, trinkih... sebuah sasaran yang mudah ditaklukan hanya dengan pelototan mata yang menyeramkan... bisa saja saat aku menyapamu tiba-tiba ada peluru nyasar yang bisa membunuhku seketika... yang pasti aku tidak bisa melawan serangan-serangan kematian itu. Dari pada aku ketakutan dan tidak berani kemanan-mana maka mau ngagka mau aku harus membunuh rasa takut itu... sembunyi se aman apapun tidak akan memberikan jaminan keselamatan dari i