(Kamis, 25/06/2015 06:01)
Bulan Ramadhan salah satu bulan yang istimewa dalam Islam. Di dalamnya Allah SWT memberikan rahmat dan karuniaNya secara berlipat ganda, pintu maaf dibuka secara lebar, doa para makhluk mustajabah dalam bulan suci ini. Umat Islam menunggu-nunggu hadirnya bulan suci ini dan berharap mereka dapat secara penuh bermunajat kepada Allah SWT dengan rangkaian ibadah yang dijalankan.
Namun tak banyak yang tahu bahwa dalam bulan Ramadhan terdapat peristiwa bersejarah sekaligus peristiwa yang sangat menyedihkan khususnya bagi warga Nahdlatul Ulama. Peristiwa itu ialah kembalinya Sang Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari kepada sang pemilik kehidupan abadi, Allah subhanahu wata’ala.
Tepat pada waktu sepertiga malam terakhir, atau sekitar pukul 03. 00 WIB, tanggal 7 Ramadhan 1366 H bertepatan dengan 21 Juli 1947 pendiri NU itu wafat. Tidak seperti ulama agung lainnya, wafatnya KH Hasyim Asy’ari hampir tidak dijumpai peringatan haulnya. Hal itu memang selaras dengan keinginan beliau yang tak mau hari wafatnya diperingati secara khusus, bukti bahwa kezuhudannya tidak mengada-ada. Beliau enggan jasa-jasanya disebut dan dipuja-puja sesama manusia.
Walaupun beliau enggan untuk dipuja-puja namun apa salahnya ketika bangsa Indonesia menyanjung beliau karena kiprahnya yang sangat besar dalam agama maupun dalam menjaga dan memerdekakan bangsa Indonesia. Mungkin sudah ribuan, bahkan jutaan pujian yang diitujukan kepadanya. Hadratussyaikh adalah manusia dengan nilai kemanfaatan yang tinggi bagi umat manusia.
Capaian kemanfaatan dalam hal agama tak lepas dari latar belakang beliau sebagai seorang kiai, ulama yang mendidik ribuan santrinya. Ditambah lagi karya-karya monumental Hadratussyaikh seperti Kitab An-Nurul-Mubin fi Mahabbati Sayidial Mursalin yang berisi biografi dan akhlaq suci Baginda Nabi Muhammad SAW, kitab Risalah fi Ta’kidil Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ah yang memuat anjuran untuk mengikuti manhaj para imam empat, kitab Arba’ina Hadistan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahadlatul Ulama berupa kodifikasi 40 hadist sebagai pedoman warga Nahdlatul Ulama dan masih banyak lagi karya-karya beliau yang sangat lezat dinikmati dalam khasanah keilmuan agama Islam.
Hadratussyaikh juga pendiri organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama, organisasi perjuangan yang didirikan atas dasar kecintaan kepada Allah SWT. Organisasi yang beliau dirikan mendapat restu dari Syaikhona Kholil Bangkalan dan Habib Hasyim bin Yahya. Berkat kegigihan KH Hasyim Asy’ari, NU menjadi pendorong dalam perkembangan syiar agama islam pada saat itu.
Selanjutnya capaian kemanfaatan yang telah diraih Hadratussyaikh yaitu jiwa kesatria beliau dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jiwa Ksatria Hadratussyaikh sangat kuat. Hal ini tak lepas dari leluhurnya, dari jalur Ibu beliau merupakan keturunan Prabu Brawijaya VI. Sementara sang ayah dari keturunan Jaka Tingkir, Raja Kerajaan Pajang. Jiwa ksatriaannya diimplimentasikan dalam peristiwa heroik resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 yang menyeru segenap bangsa Indonesia untuk berperang melawan penjajahan yang kini resolusi jihad dijadikan manifestasi sikap nasionalisme ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Implimentasi lain dari jiwa ksatria beliau yang berbuah kemanfaatan yaitu keberanian Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari untuk masuk dalam dunia birokrasi pemerintah penjajah untuk membawa kepentingan umat Islam dan segenap rakyat Indonesia agar tidak terzalimi oleh kebijakan pemerintah penjajah, walau pada awalnya menuai perdebatan karena Hadratussyaikh dianggap pro terhadap pemerintah penjajah. Faktanya, perjuangan beliau membuahkan hasil, yakni lunaknya pemerintah penjajah terhadap rakyat pribumi.
Hadratussyaikh juga menjadi rujukan kaum pergerakan seperti Ir Soekarno, Bung Tomo, dan Jenderal Sudirman. Para tokoh pejuang ini tak sungkan meminta nasihat langkah dan kodisi perjuangan yang mereka lakukan. Ditambah lagi dasar negara Indonesia berupa Pancasila juga bagian dari ijtihad beliau yang diwakilkan oleh KH Wahid Hasyim sebagi tim perumus Pancasila. Dari sebagian kecil kiprah Beliau yang penulis sampaikan merupakan wujud nyata perjuangannya untuk memerdekakan Bangsa Indonesia. Karena dengan merdekanya bangsa Indonesia akan terwujud keamanan negara yang berimbas kenyamanan umat Islam dalam menjalankan peribadatan.
Akhirnya, 70 tahun sudah (7 Ramadhan 1366 H – 7 Ramadhan 1436 H) Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari meninggalkan dunia ini. Seyogianya estafet perjuangannya terus dilaksanakan, perjuangan dalam kehidupan agama melalui pelaksanaan risalah Allah SWT yang diturunkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Dalam hal berbangsa dan bernegara perjuangan yang dapat dilakukan yaitu menumbuhkan rasa nasionalisme di dalam setiap diri kita, dengan semangat nasionalisme yang nyata akan terwujud kedaulatan dalam segala sendi yang mengakibatkan kemerdekaan Indonesia yang abadi. Semoga Allah SWT memberikan kemudahan untuk meniru segenap perjuangan beliau dalam segala sendi kehidupan.
Sumber: nu online
Penulis:
Muhammad Nur Rohman, Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Komentar