Sabtu malam Ahad pak Alpiyanto diminta Om Jay untuk berbagi pengalaman tentang menulis buku di group WA belajar menulis gel.2.
Pengalaman menulis:
Awalnya pak Alpiyanto hanya menulis catatan kecil di buku catatan kemudian ikut pelatihan menulis selama 2 hari. Ketika tulisan pak Alpiyanto dibaca, sang trainer memotivasi "kalau jadi buku, tulisan ini maka akan best seller". Padahal pak Alpiyanto baru menulis sekitar 5 baris. Sejak itulah pak Alpiyanto senang menulis.
Rahasia menulis.
Kalau menulis, ya menulis, tidak boleh dibaca, dibaca ketika keesokan harinya. Karena kalau dibaca maka tidak akan pernah jadi.
Tulisan pak Alpiyanto saat pelatihan akhirnya menjadi buku dan coba ditawarkan ke penerbit. Karena 2 kali ditolak, naskah buku tersebut didiamkan saja.
Suatu ketika pak Alpin diundang teman ke muara Enim untuk mengisi acara dengan peserta 800 orang. Pada akhir acara ada yang bertanya, "Pak, apakah ada bukunya? Jika ada kami beli."
Pak Alpin memperbaiki lagi naskah buku tersebut. Ketika sedang proses perbaikan, ada telpon dari Banjarmasin. Pak Alpin diminta untuk mengisi seminar dengan 1.200 peserta.
Pak Alpin pun mencari percetakan. Buku tersebut dicetak 1.000 eksemplar dengan modal pinjaman dari teman dan keluarga. Ketika seminar di Banjarmasin dengan 1.200 Peserta, ternyata buku datang terlambat sehingga peserta yang ingin membeli buku baru bisa dilayani besok harinya. "Alhamdulillah ada 300 Peserta membeli buku tersebut keesokan harinya, dan modal pun kembali," cerita pak Alpin.
Pak Alpin lebih suka memilih buku yang bersifat HOW TO, karena lebih mudah dan sangat dibutuhkan orang. Pak Alpin sering diundang untuk mengisi pelatihan dengan skala besar serta sekaligus pembelian buku.
Pengalaman dalam penjualan buku dan pelatihan atau seminar membuat pak Alpin tidak tertarik untuk menawarkan naskah buku ke penerbit.
"Tekad yang kuat dan keberanian adalah kunci utama bagi saya," tegas pak Alpin. Beliau menyiapkan semuanya; menulis, mendesain sampul baru kemudian diperbaiki oleh desainer, mencari percetakan atau penerbit untuk mencetak, dan kemudian menjualnya sendiri dalam pelatihan atau seminar.
Ide menulis
Untuk mencari ide, pak Alpin memanfaatkan pengalaman pribadinya sebagai guru, mendengarkan keluhan teman-teman, dan mengumpulkan masalah dan masalah yang dihadapi para peserta pelatihan. "Saya lihat, ternyata yang lebih banyak masalah yang mereka alami," ungkap pak Alpin.
Dari daftar masalah dan harapan tersebut pak Alpin membuat rancangan daftar isi buku dan kemudian menulis isinya. Dan yang tidak kalah pentingnya dalam menulis buku adalah menyesuaikan materi buku dengan konteks kekinian. Penyesuaian materi buku dengan konteks kekinian ini akan membuat buku yang ditulis lebih aktual.
"Karena buku saya lebih pada HOW TO, masalah aktual dan solusi, ketika mereka menerapkan langkah-langkahnya dan berhasil, mereka cerita kepada teman-teman nya," tegas pak Alpin yang kadang diundang untuk mengisi pelatihan lebih dari satu kali. padahal pak Alpin tidak pakai marketing atau EO. "lebih banyak dari mulut ke mulut," aku pak Alpin.
Pada mulanya pak Alpin adalah orang yang pendiam, kurang gaul, pemalu, kurang percaya diri atau pede, lebih suka sendiri bahkan gagap. Semua kekurangan tersebut Alhamdulillah dapat hilang secara berangsur-angsur seiring dengan semakin seringnya acara pelatihan dan seminar yang beliau isi.
"Niat saya berbagi, sehingga tidak ada beban," ungkap pak Alpin. Selain itu pak Alpin juga tidak menarget penghasilan atau honor pelatihan. Beliau niati berbagi pengalaman secara ikhlas. Hal ini membuat beliau jadi seakan tanpa beban dalam mengisi pelatihan.
"Berkah Dari buku dan pelatihan, banyak yayasan meminta saya untuk jadi konsultan," tambah pak Alpin. Beliau sudah menjadi konsultan yayasan di beberapa daerah mulai dari Tangerang, Pandeglang, Bekasi, Kalimantan, Makassar, Lampung, Palembang sampai Belitung, bahkan ada juga 2 buah perguruan tinggi swasta di Sumatra. Pak Alpin juga mendapat tawaran untuk mengajar di kampus.
"Menulislah dari pengalaman," pesan pak Alpin.
Selamat menulis.
Komentar