Berbuka dan Berbagi
Tetangga yang satu ini belum saja berhenti membuat kami kuwalahan. Ramadhan baru hari kesatu, menjelang berbuka mereka mengirimi takjil untuk berbuka. Makanan manis-manis, entah apa namanya, dan gorengan ala Pakistani yang belakangan kami sudah mulai terbiasa akan cita rasanya.
Kami pun berpikir untuk membalas kebaikannya. Dan itu baru bisa terlaksana dua hari berselang. Bakso kuah dan mie adalah salah satu andalan kami sebagai masakan khas Indonesia untuk membalas setiap kebaikan semacam ini. Namun, baru berjarak menit, pintu rumah kami mendapat ketukan. Anak yang sama dengan dua hari lalu. Kali ini dengan menu yang lain. Dan saya tak sanggup menolaknya.
Stamina memberi kami rupanya tidak bisa membalas dengan cepat. Belum lagi kami mengirim sekadar buat takjil beberapa hari sesudahnya, kami sudah kedahuluan lagi mendapat menu pengantar berbuka. Begitulah seterusnya, kami saling berbalas takjil. Sayangnya, skor kemenangan dalam soal memberi ada di pihak mereka.
Saya mensyukuri, beramadhan jauh dari kampung halaman tidak membuat kami kehilangan kesempatan untuk saling berbagi kebaikan dengan orang lain. Meskipun sekadarnya, setiap pemberian menjadi semacam ikrar akan mendekatnya hubungan dan terus menguatnya persaudaraan, sekalipun berbeda warna kulit dan leluhur asal. Bukankah salah satu rumus memperpanjang umur itu dengan silaturahmi, seperti kata Nabi?
Allah memang menjadikan bulan suci penuh berkah. Dari peristiwa berbuka, Allah membentangkan jalan bagi berpendarnya kasih sayang di antara manusia yang semula tak saling mengenal. Subhaanallah.
Birmingham, 02.07.15
Al Faqir Ibnu Sabil
Komentar