Merasakan Makna Pengendalian Diri
Dalam dua hari atau bisa sampai seminggu ini, puasa di musim panas, bisa benar-benar terasa berat (membantah tulisan saya yang pertama). Pertama, seperti yang terjadi pada minggu ini, udara di Birmingham telah mencapai 32 derajat Celcius. Meskipun belum ada apa-apanya dengan di Indonesia, ini adalah angka yang sangat tinggi untuk ukuran di sini.
Akibatnya?
Badan cepat lemas, karena sebelumnya memang sudah agak nyetel dengan udara lebih dingin. Kisaran 18 - 24⁰C. Belum lagi ini dijalani dalam rentang waktu yang agak lama. Namun karena memang sudah berniat puasa, tantangan ini tidak terlalu menjadi masalah.
Ada tantangan yang lebih berat rupanya. Bukan soal lapar dan haus. Ini soal antar-jemput anak ke sekolah . Berbeda dengan tahun lalu, tahun ini saya harus antar-jemput anak saya yang SMP ke sekolah yang agak jauh dan melewati pusat kota. Di sini masalahnya.
Di saat matahari benar menyalakkan sinarnya, banyak orang-orang tiba-tiba menjadi "miskin". Ke mana-mana dan di mana-mana mereka hanya mengenakan pakaian serba kurang kain alias mini. Mata ini.... yang rasanya seperti tidak mungkin menunduk terus dan hanya menatap kerikil dan rerumputan, selalu saja maunya mampir pada "benda-benda" yang terlarang itu. Di setiap alih pandang, itu-itu saja yang tampak.
Istighfar... Zi, istighfar...!
Memang benar. Harus banyak-banyak istighfar. Hanya ini cara yang ampuh untuk mengingat adanya balasan yang lebih nikmat jika mampu menahan. Tidak mungkin saya protes kepada mereka untuk: "Mbok jangan begitu, hormati orang puasa!"
Benar-benar Allah membuat saya merasakan makna puasa sebagai pengendalian diri. Dalam iman yang masih kering, saya berharap agar nasib puasa kali ini tak buruk-buruk amat.
Allahumma innaka afuwun tuhibbul afwa fa'fu annii..
Birmingham, 03.05.15
Al Faqir Ibnu Sabil
Komentar