Langsung ke konten utama

Islam Nusantara dan Sociological Jurisprudence

Islam Nusantara dan Sociological Jurisprudence
(Sabtu, 11/07/2015 09:03)

Oleh: Ahmad Faiz MN Abdalla

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diundangkan melalui Undang-Undang No 8 Tahun 1981 disebut sebagai suatu karya agung bangsa Indonesia. Kehadiran kitab undang-undang tersebut menggantikan Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) sebagai payung hukum acara pidana di Indonesia. Sebagai acuan praktik peradilan peninggalan Belanda, HIR diangap tidak sesuai dengan basis sosiologis bangsa Indonesia.

Di luar kitab undang-undang tersebut, beberapa kitab undang-undang lain masih merupakan saduran dari hukum Belanda dan berlaku sampai hari ini, semisal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan saduran dari hukum Prancis dan Belanda.

Ketidaksatuan antara hukum dengan masyarakatnya merupakan masalah bagi hukum positif kita. Para ahli hukum menyebutnya sebagai sebuah kesenjangan antara hukum dengan basis sosiologisnya. William Cambliss dan Robert B Seidman menemukan sebuah dalil “The law of non-transferabilty of law” yang berarti bahwa hukum suatu bangsa tidak dapat dialihkan begitu saja kepada bangsa lain.

Ketidaksatuan tersebut tentu mempengaruhi efektifitas hukum sebagai sarana mewujudkan kemaslahatan masyarakat. Hukum tersebut pada akhirnya bersifat a-histori dan mengalami alienasi dengan masyarakatnya sendiri. Oleh karena itu, penerapan hukum di Indonesia seringkali hanya menjangkau keadilan formil, tidak menjangkau keadilan subtansiil.

Islam Nusantara dan sociological jurisprudence

Melalui tulisannya tentang Islam Nusantara di NU Online beberapa waktu lalu, dijelaskan oleh KH Afifuddin Muhajir bahwa Islam Nusantara merupakan paham dan praktik keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realita dan budaya setempat. Definisi yang dijelaskan tersebut memberi kesimpulan bahwa Islam Nusantara merupakan kesatuan atau interaksi antara hukum dengan masyarakatnya, yakni antara teks normatif-idealis dengan realita dan budaya setempat sebagai basis sosiologis.

Dijelaskannya, Islam selain berlandaskan pada nash-nash syariat yang bersifat tekstual-normatif, juga mengacu pada maqasidus syariat untuk melahirkan hukum yang kontekstual-sosiologis. Kemaslahatan sebagai tujuan syariat tidak cukup didekati melalui pendekatan tekstual-normatif. Pendekatan kontekstual- sosiologis juga harus digunakan, karena hukum bukanlah tujuan melainkan sarana untuk mencapai kemaslahatan.Interaksi antara nash syariat dengan maqasidus syariat akan melahirkan dialektika antara teks syariat dengan budaya setempat.

Selain terdapat nash-nash syariat dan maqasidus syariat, Islam pun memiliki mabadius syariat atau biasa diartikan sebagai prinsip-prinsip syariat. Salah satu prinsip syariat yang paling utama adalah al-wasaṭhiyyah. Prinsip al-wasaṭhiyyah yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata moderasi memiliki beberapa makna, di antaranya adalah al-waqiʻiyyah (realistis). Oleh karena itu, hukum atau teks normatif yang bersifat idealis tersebut ada kalanya turun bersifat realistis terhadap kenyataan sosiologis, sehingga diperoleh dialektika antara teks syariat dengan realita setempat.

Dalam ilmu hukum, pemahaman hukum yang memadukan unsur normatif dengan unsur sosiologis pun dikenal, terutama dalam sejarah filsafat hukum. Pemahaman dalam ilmu hukum yang berintikan interaksi unsur normatif dengan unsur sosiologis dipelopori oleh madzhab sosiological jurisprudence. Pemahaman tersebut dianggap sebagai gerakan progresif dalam ilmu hukum, karena mampu menumbangkan dominasi positivisme hukum dengan membebaskan hukum dari kajian hukum yang terbatas pada ranah perundang-undangan.

Dalam sejarah filsafat hukum, madzhab positivisme hukum mendominasi pemikiran ilmu hukum pada abad ke-19. Hal tersebut tidak lepas dari dominasi aliran positivisme yang menguasasi ilmu pengetahuan pada abad ke-19. Seperti halnya positivisme pada ranah ilmu pengetahuan lain, Positivisme hukum pun berusaha menampilkan hukum yang rasional. Hukum bersifat tertutup, dilepaskan dari moral dan unsur lain. Hukum dianggap sebagai sistem yang berdiri sendiri dan mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Pemahaman tersebut berakibat pada kajian hukum yang terbatas pada ranah perundang-undangan.

Dalam sejarahnya, madzhab positivisme hukum mendapat penolakan dari madzhab sejarah. Madzhab sejarah menolak madzhab positivisme yang memisahkan hukum dari masyarakatnya. Prinsip yang terkenal dari madzhab ini adalah bahwa “hukum tidak dibuat, melainkan tumbuh berkembang dan lenyap bersama-sama masyarakat”. Oleh karena itu, menurut Karl Von Savigny, hukum hanya dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah, kebudayaan, kekhasan nasional di mana hukum tersebut timbul.

Perkembangan baru dalam pemikiran Ilmu Hukum terjadi pada abad ke-20 ditandai dengan munculnya madzhab sosiological jurisprudence. Madzhab ini meredakan ketegangan tajam antara madzhab positivisme dengan madzhab sejarah dengan mensitesakan faham-faham yang berkembang pada mazhab positivisme dan mazhab sejarah. 

Sociological jurisprudence mulai menarik studi hukum keluar dari batas-batas ranah perundangan-undangan. Sociological jurisprudence berusaha mengembalikan sentuhan sosiologis pada hukum yang dihilangkan oleh madzhab positivisme. Hukum kembali memberi tempat pada unsur-unsur sosial lain. Di sisi lain, sosiological jurisprudence menunjukkan komprominya terhadap madzhab positivisme yang memenuhi kepastian hukum sebagai kebutuhan masyarakat hukum. 

Menurut Roscoe Pound, sociological jurisprudence berintikan bahwa kajian hukum tidak cukup dengan mengkaji undang-undang secara hitam putih atau benar salah menurut kacamata undang-undang yang didasarkan hanya pada susunan internal sistem hukum secara logis rasional, melainkan harus melihat efektifitas hukum dalam masyarakat.

Pada perkembangannya kemudian, sociological juga menjadi pintu lahirnya sosiologi hukum. Salah satu pokok dari sosiologi hukum adalah realitas hukum, bahwa peraturan hukum tidak dapat memaksakan agar isi peraturan dijalankan secara mutlak, melainkan dalam banyak hal dikalahkan oleh struktur sosial di mana hukum tersebut dijalankan.

Melalu paparan di atas, maka Islam Nusantara sebagai pemahaman yang diterapkan Wali Songo dan para ulama ahlussunah di negara ini selain mendapat legitimasi dari kerangka berpikir ilmu fiqih, juga mengikuti semangat perkembangan dalam ilmu hukum. 

Sociological jurisprudence sebagai perkembangan ilmu hukum yang holistik memberikan dasar urgensi interaksi hukum dengan masyarakat: bahwa hukum harus dibumikan kepada masyarakat untuk memenuhi kemanfaatan hukum dan kemaslahatan masyarakat.

Alhasil, Islam Nusantara sebagai pemahaman dan metode dakwah ulama Nusantara sejauh ini telah telah berhasil membumikan Islam dalam masyarakat. Jauh sebelum negara ini berdiri, Islam Nusantara telah dibangun dan mampu memberi ruang harmoni antara Islam yang bersifat universal dengan bumi Nusantara yang kaya akan nilai-nilai yang hidup dan budaya setempat. Islam Nusantara telah berhasil menampilkan Islam yang ramah, penuh perdamaian, dan menjunjung kemaslahatan di bumi Nusantara.

Menginspirasi hukum nasional

Apa yang ditunjukkan Islam Nusantara tersebut hendaknya menjadi perhatian bagi pembangunan dan pembenahan hukum nasional ke depan. Hukum nasional ke depan harus benar-benar dibebaskan dari sebatas memahami hukum dalam ranah perundang-undangan. Terlebih sebagian hukum nasional kita masih merupakan hukum impor. 

Harus ada pemahaman hukum yang holistik, yakni hukum yang diundangkan dengan memperhatikan kekhasan nasional dan ditegakkan tidak semata secara positivistik, namun juga memperhatikan nilai-nilai dan hukum yang hidup di masyarakat. Pemahaman holistik tersebut akan mampu menyatukan hukum dengan masyarakat sebagai basis sosiologisnya.

Apabila hukum mampu dibumikan dan menyatu dengan masyarakatnya, niscaya hukum nasional ke depan tidak berhenti pada sebatas pemenuhan kepastian atau keadilan formal, namun juga menjangkau pada keadilan, kemanfaatan, dan kemaslahatan masyarakat.
* penulis adalah pelajar NU Gresik

Sumber: nu online

Artikel terkait:
Kesalahpahaman Islam Nusantara (Selasa, 14/07/2015 07:01)
Metodologi Islam Nusantara (Ahad, 12/07/2015 12:01)
Upaya Memahami Islam Nusantara (Ahad, 12/07/2015 07:01)
Tadarus Warna-Warni Pemikiran Islam Nusantara (Jum'at, 10/07/2015 08:03)
Membumikan al-Kulliyat al-Khams sebagai Paradigma Islam Nusantara (Rabu, 08/07/2015 08:05)
Islam Nusantara, Dari NU untuk Dunia (Selasa, 07/07/2015 15:30)
Puasa dalam Perspektif Islam Nusantara (Rabu, 01/07/2015 09:01)
Landasan Operasional Islam Nusantara (Selasa, 30/06/2015 18:01)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKOKOHLAH BAHTERAMU

🌹Ramadhan ke-7 PERKOKOHLAH BAHTERAMU, KARENA SAMUDRA ITU DALAM 🍃🌾Rasulullah pernah berpesan pada Abu Dzar tentang tiga hal. Kata Rasul, “Wahai Abu Dzar, perkokohlah bahteramu, karena samudra itu dalam. Perbanyaklah bekalmu karena perjalanan itu panjang. Ikhlaskanlah amalmu, karena pengintaimu sangat jeli.” ⛵️⛵️Pertama, perkokohlah bahteramu karena samudra itu dalam. Dalamnya samudra itu mengandung resiko. Jika tenggelam, kita bisa mati. Samudra yang dalam itu juga penuh rahasia. Kita tidak pernah tahu ada apa saja di dalamnya. Karang yang besar atau ikan yang buas, sewaktu-waktu bisa mencelakai kita. Karena itu, pengarung samudra yang dalam memerlukan bahtera yang kuat, yang bisa melindungi penumpangnya dari resiko tersebut. ⛵️⛵️Inilah analogi hidup manusia. Hidup manusia di dunia ibarat hidup di tengah samudra yang dalam tersebut. Mempersiapkan bahtera yang kuat berarti mempersiapkan segala hal yang bisa membuatnya bertahan dan mudah mencapai tujuan hidupnya, yaitu akhirat. Tan

Jangan Marah, Ya!

Jangan Marah, Ya! Sebuah Naskah Pidato Singkat untuk siswa MI Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Pertama, Marilah kita berterima kasih kepada Allah Yaitu dengan membaca Hamdalah. Alhamdu.....lillah. Terima kasih Ya. A....llah. Telah kau beri kami A....kal. Sehingga kami dapat bela...jar. Bukan kurang a... jar. Alhamdu....lillah. Kedua, Mari kita membaca sholawat. Allahumma Sholli Ala Muhammad! Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Siapakah yang ingin masuk surga? Ya. Kita semua, pasti, ingin masuk surga. LA TAGHDHOB WALAKAL JANNAH Janganlah marah, maka kamu akan masuk sur...ga. Orang yang ingin masuk surga, maka dia tidak boleh ma..... rah. Walaupun tidak naik kelas, tidak boleh ma.... rah Walaupun tidak dibelikan seragam baru tidak boleh ma.... rah Walaupu

Doa Mohon Belas Kasihan Allah

رَبِّ إِنِّىٓ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْـَٔلَكَ مَا لَيْسَ لِى بِهِۦ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِى وَتَرْحَمْنِىٓ أَكُن مِّنَ ٱلْخَٰسِرِينَ Rabbi innii a'uudzu bika an as-alaka maa laysa lii bihi 'ilmun wa-illaa taghfir lii watarhamnii akun mina alkhaasiriin Ya Tuhanku, sungguh aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui hakikatnya. Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi (Hud 47) Aamiin