Langsung ke konten utama

Islam Nusantara: Ajaran Langit yang Membumi

Islam Nusantara: Ajaran Langit yang Membumi
(Senin, 22/06/2015 11:30)

Oleh Candra Malik
Islam dan Arab adalah satu dan lain hal. Islam adalah agama, Arab adalah bangsa/budaya. Islam tidak selalu Arab, dan sebaliknya: Arab tidak selalu Islam. Memeluk Islam tidak harus dengan bermuluk-muluk dengan yang serba Arab, pun tidak perlu mengutuk-ngutuk yang serba padang pasir.  

Nusantara yang Bhinneka Tunggal Ika berpengalaman dengan perbedaan. Islam meyakini perbedaan sebagai rahmat. Dan ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW adalah rahmatan lil 'alamin, anugerah bagi semesta raya -- bukan sekadar rahmatan lil mukminin, bukan pula cuma rahmatan lil muslimin. 

Islam adalah ajaran samawi/langit. Nusantara adalah tradisi ardhi/bumi. Oleh karena itulah, Islam Nusantara adalah ajaran langit yang membumi. Islam Nusantara bukan soal menilai buruk dan salah pada yang lain. Tapi lebih tentang di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. 

Menjadi Nusantara adalah hal yang paling manusiawi bagi manusia Nusantara. Dilahirkan sebagai anak Nusantara, berakar kebudayaan negeri sendiri, berkebangsaan bangsa sendiri, dan menjadi diri sendiri. Bukan menjadi orang lain dengan justru kehilangan jati diri. Sebab, kehilangan terbesar adalah kehilangan diri sendiri. 

Menjadi Islam, atau yang kemudian disebut Muslim, tidak berarti harus dengan meninggalkan kodrat keibuan seorang anak manusia. Jika bahasa ibunya adalah bahasa Nusantara, maka lisan Nusantara itulah kodratnya sejak lahir. Jika budaya Nusantara adalah kesehariannya sejak dilahirkan, maka akar tradisi itulah yang menumbuhkan karakternya sebagai manusia. 

Islam adalah tulang sumsumku. Nusantara adalah darah dagingku. Menyatu dalam jiwa ragaku. Islam Nusantara adalah jatidiriku. Aku bangga menjadi diri sendiri. Aku bangga menjadi anak bangsa dari bangsaku sendiri. Belajar tentang apa saja, di mana saja, kepada siapa saja, kapan saja, bagaimana saja, apa pun alasannya, meyakinkan aku betapa Nusantara adalah rumah dari mana aku berangkat dan ke mana aku pulang. 

Sampeyan bebas menyampaikan pendapat yang berbeda tentang Islam Nusantara. Kebebasan berpendapat dilindungi oleh undang-undang, dan saya menghormati itu. Berbeda tidak lantas menjadikan Sampeyan orang lain. Kita berbeda karena kita sama: sama-sama berbeda. Ada benarnya kita tidak saling menyalahkan. Tidak ada salahnya kita saling membenarkan. 

Berdakwah itu mengajak, bukan mengejek. Berdakwah itu merangkul, bukan memukul. Berdakwah itu ramah, bukan marah. Berdakwah itu menjadi kawan, bukan mencari lawan. Berdakwah itu mengajak senang, bukan mengajak perang. Agama itu mudah dan selayaknya memudahkan. Jika bagi kita agama itu susah dan justru menyusahkan, selayaknya kita mawasdiri. Jangan-jangan, kita sendiri yang sulit dan mempersulit. 

Bagi saya, Nusantara adalah anugerah yang tidak bisa dipungkiri dan Islam adalah hidayah yang tidak bisa diingkari. Saya bersyukur dilahirkan sebagai seorang anak Nusantara dan saya berdoa kelak diwafatkan sebagai seorang manusia Islam (muslim). Bagi saya, dilahirkan sebagai seorang anak Nusantara adalah awal yang baik dan diwafatkan sebagai manusia Islam (muslim) adalah akhir yang baik. 

Islam saya Islam Nusantara, dan saya menghormati keyakinan dalam beragama sesuai dengan jatidiri dan tradisi masing-masing. Saya tidak memiliki hak dan wewenang bertanya dan mempertanyakan kesalehan personal Sampeyan. Yang terpenting dari kesalehan sosial kita adalah hidup akur, rukun, damai, dan gotong-royong. 

Islam mengajari saya untuk memohon kebahagiaan di dunia dan akhirat. Saya berjalan menjauh dari Shirath Al Mustaqim jika saya menjauhi ajaran-ajaran dan ajakan-ajakan hidup bahagia. Sebagai anak Nusantara, saya bahagia. Dan jika sebelumnya kita telah mengenal idiom kesalehan personal dan kesalehan sosial, maka Islam Nusantara adalah kesalehan natural. ***

 

Candra Malik, praktisi Tasawuf yang bergiat dalam kesusastraan, kesenian, dan kebudayaan. Tulisan ini juga dimuat di islami.co, link: http://islami.co/telaah/493/4/islam-nusantara.html

Sumber: nu online

Artikel terkait:
UNU Se-Indonesia Berpeluang Buka Prodi Islam Nusantara (Kamis, 02/07/2015 10:01)
Puasa dalam Perspektif Islam Nusantara (Rabu, 01/07/2015 09:01)
Landasan Operasional Islam Nusantara (Selasa, 30/06/2015 18:01)
Dakwah Islam Nusantara (Senin, 29/06/2015 19:38)
ISLAM NUSANTARA
Jihad Maritim Syeikh Abdushamad al-Palimbani (Senin, 29/06/2015 04:00)
Ihwal Pembangunan Museum Islam Nusantara (Ahad, 28/06/2015 08:07)
Maksud Istilah Islam Nusantara (Sabtu, 27/06/2015 17:01)
Islam, NU dan Nusantara (Kamis, 25/06/2015 05:01)
Menimbang Argumen Bacaan Al-Qur’an Langgam Nusantara (Ahad, 21/06/2015 09:01)
Tingkatan dan Hikmah Berpuasa Menurut al-Ghazali (Sabtu, 20/06/2015 11:00)
Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Peradaban Indonesia dan Dunia (Rabu, 17/06/2015 19:02)
Ijazah dan Masalah Struktural Pendidikan (Selasa, 16/06/2015 05:03)
Ayo Mondok: Beberapa Alasan Pentingnya Belajar di Pesantren (Selasa, 09/06/2015 09:07)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKOKOHLAH BAHTERAMU

🌹Ramadhan ke-7 PERKOKOHLAH BAHTERAMU, KARENA SAMUDRA ITU DALAM 🍃🌾Rasulullah pernah berpesan pada Abu Dzar tentang tiga hal. Kata Rasul, “Wahai Abu Dzar, perkokohlah bahteramu, karena samudra itu dalam. Perbanyaklah bekalmu karena perjalanan itu panjang. Ikhlaskanlah amalmu, karena pengintaimu sangat jeli.” ⛵️⛵️Pertama, perkokohlah bahteramu karena samudra itu dalam. Dalamnya samudra itu mengandung resiko. Jika tenggelam, kita bisa mati. Samudra yang dalam itu juga penuh rahasia. Kita tidak pernah tahu ada apa saja di dalamnya. Karang yang besar atau ikan yang buas, sewaktu-waktu bisa mencelakai kita. Karena itu, pengarung samudra yang dalam memerlukan bahtera yang kuat, yang bisa melindungi penumpangnya dari resiko tersebut. ⛵️⛵️Inilah analogi hidup manusia. Hidup manusia di dunia ibarat hidup di tengah samudra yang dalam tersebut. Mempersiapkan bahtera yang kuat berarti mempersiapkan segala hal yang bisa membuatnya bertahan dan mudah mencapai tujuan hidupnya, yaitu akhirat. Tan

Jangan Marah, Ya!

Jangan Marah, Ya! Sebuah Naskah Pidato Singkat untuk siswa MI Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Pertama, Marilah kita berterima kasih kepada Allah Yaitu dengan membaca Hamdalah. Alhamdu.....lillah. Terima kasih Ya. A....llah. Telah kau beri kami A....kal. Sehingga kami dapat bela...jar. Bukan kurang a... jar. Alhamdu....lillah. Kedua, Mari kita membaca sholawat. Allahumma Sholli Ala Muhammad! Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Siapakah yang ingin masuk surga? Ya. Kita semua, pasti, ingin masuk surga. LA TAGHDHOB WALAKAL JANNAH Janganlah marah, maka kamu akan masuk sur...ga. Orang yang ingin masuk surga, maka dia tidak boleh ma..... rah. Walaupun tidak naik kelas, tidak boleh ma.... rah Walaupun tidak dibelikan seragam baru tidak boleh ma.... rah Walaupu

Doa Mohon Belas Kasihan Allah

رَبِّ إِنِّىٓ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْـَٔلَكَ مَا لَيْسَ لِى بِهِۦ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِى وَتَرْحَمْنِىٓ أَكُن مِّنَ ٱلْخَٰسِرِينَ Rabbi innii a'uudzu bika an as-alaka maa laysa lii bihi 'ilmun wa-illaa taghfir lii watarhamnii akun mina alkhaasiriin Ya Tuhanku, sungguh aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui hakikatnya. Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi (Hud 47) Aamiin