Sekelompok Orang di Tasikmalaya Bubarkan Launching dan Bedah Novel “Akulah Istri Teroris”
Sumbarsatu.com , Senin, 20 April 2015 08:52 wib
35 3 1 StumbleUpon0
Sekelompok orang merengsek masuk ke acara peluncuran novel Akulah Istri Teroris dan memaksa bubar, Minggu (19/4)
Tasikmalaya, sumbarsatu.com—Acara launching dan book talk novel “Akulah Istri Teroris” karya Abidah El Kalieqy yang digelar di sebuah cafe di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu (19/4/2015), sekitar puluk 11.00 WIB, dibubar paksa sekelompok warga yang menamakan dirinya Forum Komunikasi Pesantren Tasikmalaya.
Menurut Anang Sam, salah seorang panitia penyelenggara, pada awalnya, kelompok yang jumlahnya puluhan ini hanya melakukan aksinya di luar gedung sembari berteriak-teriak menggunakan pengeras suara. Panitia menemui mereka untuk berdialog. Namun kelompok yang mengklaim dirinya sebagai antiterorisme ini, menolak ajalan itu.
“Mereka menuntut agar kegiatan bedah buku dihentikan. Salah seorang yang memegang megaphone masuk ke dalam ruang diskusi. Ia mengancam membakar bangunan gedung itu jika diskusi dilanjutkan,” kata Anang Sam.
Dijelaskan Anang Sam, saat kelompok massa ini memaksa masuk ke ruang diskusi, beberapa orang panitia yang lain berusaha menahan agar para demonstras. Lalu, terjadi aksi dorong- mendorong antara panitia dan para demonstran. Pihak keamanan gedung melerai, tapi tak berhasil.
“Para demonstran terlihat beringas dan anakhis. Salah satu panitia terpaksa naik ke kursi menghindari aksi beringas itu. Karena tak ingin terjadi insiden yang lebih besar, panitia terpaksa menghentikan acara guna menghindari kekacauan lebih lanjut,” kata Anang Sam.
Evi Idawati, sastrawan peraih penghargaan SastraJogja Perdana, yang hadir pada acara ini menyesalkan tindakan sekelompok orang yang menamakan dirinya antiteroris ini.
“Jumlah mereka lima puluhan, entah pro entah antiteroris, tak jelas. Yang jelas tindakan anarkhis mereka ini sangat jahat, tak berbudaya, dan kejam,” kata Evi.
Acara launching dan diskusi novel “Akulah Istri Teroris” dihadiri pembicara Dr. Muslih Nashoha, MA dari Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Acep Zamzam Noor (Budayawan Tasikmalaya), dan penulis novel Abidah El Kalieqy.
“Panitia juga mengundang Walikota Tasikmalaya Budi Budiman, Kapolres Kabupaten Tasik Susnadi serta ketua DPRD kota Tasikmala Agus Wahyudin. Namun karena berbarengan dengan Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung, mereka berhalangan hadir,” tambahnya.
yang bertindak sebagai moderator, memulai acara bedah buku dengan memperkenalkan seluk beluk penulis yang merupakan kakak kelasnya di Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Novel Berangkat dari Riset Lapangan
Dari catatan sumbarsatu.com, beberapa waktu lalu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN) Yogyakarta bekerja sama dengan Solusi Publishing, sebagai penerbit menyelenggarakan acara yang sama, namun berjalan aman tanpa ada gangguan.
Dalam novel ini, Abidah mengisahkan kehidupan sehari-hari tokoh utama bernama Ayu. Ia mendapat perlakuan diskriminatif hanya karena suaminya terduga kasus terorisme. Ayu mendapat pandangan sinis bahkan dikucilkan para tetangganya.
Seperti dikutip dari http://www.hidayatullah.com/, Abidah menyelesaikan novel ini dengan melakukan penelitian lapangan ke daerah Poso, Sulawesi Tengah. Dari riset lapangan dan pustaka, ia mendapatkan kenyataan, bahwa ternyata para terduga kasus terorisme, secara umum dari segi fisiknya, tidaklah pantas untuk disebut atau dicap teroris.
“Kebanyakan dari mereka memiliki perawakan tubuh kecil, penampilannya sederhana dan sikapnya pun santun. Pun demikian halnya dengan para istri mereka. Mereka adalah perempuan santun, lembut dan sangat baik hati. Sungguh amat sangat salah jika masyarakat mengecam dan mengecek mereka dengan istilah ninja (hanya karena mereka memakai cadar), apalagi penyebutan istri teroris, wanita kejam ataupun ejekan lainnya,” tegas penulis novel “Perempuan Berkalung Sorban” ini.
Ia berharap, novel ini membuka mata dan sikap di tengah masyarakat dalam melihat istri terduga kasus terorisme.
“Melalui novel ini, saya ingin melakukan destigmatisasi (menghapus stigma) bahwa Islam itu identik teroris, atau mereka yang bercadar itu istri para teroris,” ujarnya.
Melalui novelnya pula, ia ingin membuka kesadaran semua pihak dan elemen, baik pemerintah, aparat kepolisian, masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum bahwa perempuan istri terduga kasus terorisme adalah makhluk Sang Pencipta yang juga harus dimanusiakan. Sebab mereka adalah seorang wanita, memiliki anak sekaligus anggota masyarakat yang ingin disikapi sebagaimana lainnya.
“Mereka semestinya lebih mendapatkan perhatian dan kepedulian dari semua pihak atas kejadian yang mereka alami. Bukan malah mendapatkan stigma sebaliknya dan pelarangan sekelompok orang seperti hari ini,” keluhnya. (SSC)
Komentar