Membangun
Mimpi Melalui Media Anak
Catatan proses
merintis perpustakaan madrasah di pedesaan
Buku anak
seperti apa yang menarik?
Buku akan lebih
menarik bila bisa hadir di dekat lebih banyak anak termasuk
anak-anak pedesaan.
Anak-anak Desa
Tumbuh Tanpa Buku Sastra
Aku
lahir pada tahun 1979. Ketika sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI),
aku dan teman-teman sekolah bisa dikatakan tidak pernah membaca buku
kecuali buku pelajaran madrasah. Bahkan yang memiliki buku pelajaran
pun masih sangat jarang. Setiap hari kami menyalin buku pelajaran ke
dalam buku tulis. Saat itu memfoto kopi buku belum populer. Kami
dipinjami buku pegangan guru secara bergantian untuk kami salin di
luar jam pelajaran. Bahkan pernah terjadi buku pelajaran tersebut
terbakar karena teman kami menyalin buku hingga larut malam. Waktu
itu belum ada jaringan listrik di desa kami. Karena mengantuk, lampu
teplok tersenggol sehingga membakar buku.
Memang,
perpustakaan madrasah tidak berfungsi dan di desa kami tidak ada toko
buku atau kios koran. Akan tetapi aku dan teman-teman sekolahku yang
saat itu masih anak-anak dapat cerita dan dongeng dari sumber lain.
Aku punya guru di madrasah sering bercerita dengan sangat baik. Guru
ngajiku di masjid juga sering menyampaikan cerita setelah mengaji
Al-quran. Para kiai yang menjadi pembicara pada acara pengajian umum
juga sering menyampaikan cerita di sela-sela mauidhoh khasanahnya.
Ada cerita Abu Nawas yang lucu, cerita para Nabi, sahabat nabi, wali
dan para ulama yang penuh hikmah, dongeng kancil dan lain
sebagainya. Selain itu, aku juga mendapat cerita dari mendengarkan
sandiwara radio hampir setiap hari. Kadang ada juga pertunjukan seni
kentrung, ketoprak dan pagelaran wayang kulit.
Menghidupkan
Perpustakaan
Ketika
melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah
(MA) di desa tetangga, perpustakaan madrasahnya juga tidak berfungsi.
Pada tahun 2001, ketika aku menjadi guru madrasah desaku,
perpustakaan madrasahnya juga bisa dikatakan belum berfungsi. Maka
aku coba menata buku-buku bacaan yang ada yang sudah lama tidak
dimanfaatkan sehingga sebagian menjadi sampah tikus. Sebagian buku
yang lain -menurut penuturan teman- sudah hilang dibawa pulang
murid-murid atau alumni untuk dijadikan bahan membuat klontong
petasan pada setiap bulan puasa. Alhamdulillah masih ada banyak buku
bacaan anak yang masih bisa dimanfaatkan. Hampir semuanya adalah buku
bantuan dari pemerintah. Mutu buku bantuan pemerintah tersebut lebih
baik dengan buku-buku yang pada tahun 1999an disahkan oleh pemerintah
sebagai buku-buku pengayaan. Sebagian buku pengayaan tersebut seperti
buku yang dibuat dengan tergesa-gesa bahkan kadang terkesan sekedar
menggabung beberapa tulisan hasil meng-copy dari internet.
Untuk
menambah jumlah dan jenis koleksi buku perpustakaan yang pernah saya
lakukan;
- menambah dengan koleksi pribadi
- meminta bantuan buku kepada berbagai pihak. Misalnya kepada para pemerintah, penerbit, teman-teman kuliah, mahasiswa yang sedang KKN di desa, warga desa yang merantau di kota dll.
- mengumpulkan dan menjilid karya-karya murid, makalah, kliping, dll.
Memancing
Minat Baca Dengan Majalah Dinding
Ketika
perpustakaan sederhana siap dibuka untuk para murid, tantangan
berikutnya adalah menumbuhkan dan mengembangkan minat baca murid.
Untuk meningkatkan minat baca murid, maka keberadaan majalah dinding
di sekolah sangatlah dibutuhkan. Secara sederhana -darurat- majalah
dinding dapat memanfaatkan salah satu jendela kantor atau jendela
ruang kelas.
Melalui
majalah dinding kita dapat;
- Menarik para murid untuk membaca dan menulis walau sedikit.Para murid yang lewat di dekat majalah dinding setidaknya membaca judulnya saja. Mungkin sebagian murid ada yang lebih tertarik sehingga mau membaca beberapa paragraf berikutnya.
- Memajang tulisan yang menginformasikan dan mempromosikan buku-buku yang ada di perpustakaan
- Memajang tulisan motivasi untuk membaca
- Memotivasi para murid untuk berkarya (menulis/menggambar)
- Membuat buku dari kumpulan tulisan yang sudah dipajang di majalah dinding selama seminggu atau sebulan. Buku kumpulan karya murid ini dapat menjadi koleksi perpustakaan yang unik dan sangat menarik untuk dibaca oleh banyak siswa. Mengapa? Karena ada banyak murid yang sudah terlibat dalam buku kumpulan karya tersebut.
Menerbitkan
Majalah Anak
Salah satu topik yang menarik untuk dibaca adalah topik yang sangat
dekat dengan diri kita. Buku yang berisi atau berhubungan erat dengan
para murid tentu akan menjadi buku yang lebih menarik. Walau di desa
tidak ada kios koran dan majalah, perpustakaan madrasah di pedesaan
dapat menerbitkan majalahnya sendiri. Majalah Anak atau majalah
pelajar dapat dibuat dengan teknik yang sederhana. Bahan-bahan untuk
majalah dapat kita peroleh dari;
- File BSE (buku sekolah elektronik) terutama BSE bahasa Indonesia. File-file BSE dapat diunduh di webnya Kementrian Pendidikan dan Budaya. Dari file BSE yang biasanya berupa file PDF, kita dapat memilih dan menyalin cerpen, dongeng, puisi, dan gambar dari BSE untuk dijadikan bahan majalah,
- Karya (tulisan/gambar) para murid). Pada tahap awal, para murid perlu dibimbing dalam berkarya (menulis atau menggambar),
- Tugas-tugas mengarang, menulis atau menggambar dari mata pelajaran tertentu seperti pelajaran Bahasa (Indonesia, Arab, Inggris, dan Daerah) dan Seni Budaya.
Salah
satu unsur penting dalam keberadaan majalah pelajar atau majalah anak
adalah adanya guru atau tenaga kependidikan yang punya waktu khusus
untuk mengelola majalah. Sangat disarankan guru atau tenaga
kependidikan tersebut adalah orang tertarik dengan dunia
tulis-menulis sehingga punya komitmen untuk menerbitkan majalah
pelajar atau majalah anak secara rutin.
Majalah
Anak atau Majalah Pelajar dapat dibuat dengan memanfaatkan aplikasi
komputer pengolah kata seperti Libreoffice Writer atau pun Ms Word.
Agar lebih mudah, majalah dibuat sebesar kertas A5 sehingga kita
dapat menggunakan kertas A4 yang banyak dijual di toko ATK untuk
mencetak majalah dengan printer biasa. Untuk teknis penggandaannya
dapat memanfaatkan jasa foto kopi. Jadi, untuk membuat majalah anak
tidak ribet kan?
Keberadaan
majalah dinding, majalah pelajar atau majalah anak di madrasah
terutama di pedasaan sangat diperlukan. Media-media tersebut dapat
dijadikan sebagai wadah kreatifitas para murid, wadah untuk saling
berbagi cerita, berbagi pengalaman, serta berbagi mimpi.
Alhamdulillah
madrasah di desaku sudah punya majalah dinding, majalah pelajar dan
perpustakaan. Tapi semuanya masih perlu banyak pembenahan agar dapat
berfungsi lebih baik.[]
Komentar