Langsung ke konten utama

Kumpulan Karya Tahun 2002


Pusi Mencuri Ikan

Bukan kancil mencuri timun, tapi Pusi mencuri ikan. Sebenarnya Pusi kucing yang baik. Dia penurut. Akan tetapi siang ini Pusi menjengkelkan hati Efa. Efa sebel sekali karena ikannya digondol Pusi. Efa terpaksa makan siang dengan lauk krupuk. Efa sangat heran. Mengapa Pusi mencuri ikannya. Pusi kucing kesayangan Efa. Setahu Efa Pusi tidak pernah mengambil makanan yang ada di meja. Pusi hanya makan makanan yang diberikan kepadanya. Entah mengapa siang ini Pusi tega mengambil ikan Efa. Padahal Efa selalu memberinya makan sehari tiga kali.

Pulang dari sekolah, Efa langsung memberi makan Pusi. Efa tahu bahwa Pusi lapar dari meong-meongnya. Setelah itu sholat Dhuhur baru kemudian makan siang. Baru dapat tiga suapan, pintu depan diketuk. Efa bergegas ke ruang tamu. Ternyata Lela. Tadi pagi mereka memang sudah berjanji akan menggambar bersama. Setelah mempersilahkan duduk, Efa permisi sebentar untuk melanjutkan makan siangnya. Efa terkejut. Ikanya sudah tidak ada di piring. Tinggal nasi dan sayur. Di bawah meja Pusi sedang asyik makan ikan.

Sehabis makan Efa kembali ke ruang tamu dengan membawa kertas gambar dan pensil warna. Sambil menggambar Efa menceritakan kenakalan Pusi pada Lela. Menurut Lela, Pusi mencuri ikan mungkin karena masih lapar. Makanan yang diberikan Efa kurang banyak. "Sekarang Pusi sudah besar. Jadi makannya tambah banyak." Begitu kata Lela. "Tapi namanya juga kucing. Pusi pasti tidak tahan mencium bau ikan. Pusi pasti ingin memakannya." Tambah Lela sambil tersenyum. Efa hanya mengangguk-angguk. []

Teman sejati

Bejo dan Anton adalah teman sekelas. Mereka duduk sebangku. Berangkat dan pulang sekolah bersama. Rumah mereka berdekatan. Bejo dan Anton satu kelompok belajar. Setiap malam senin bersama teman yang lain mereka belajar bersama. Setiap mala Anton dan Bejo ngaji, belajar al-Quran di masjid. Setiap sore bermain bersama. Bejo dan Paijo sama-sama suka main sepak bola. Sore itu Bejo menjemput Anton untuk berangkat ke lapangan. Di rumah, Anton sedang menyiram bunga. “ Hai Ton, ayo !” sapa Bejo. “Sebentar. Aku nyiram bunga dulu. Sebentar lagi selesai.” Jawab Anton. Setelah selesai menyiram bunga mereka berangkat ke lapangan. Bersepatu hitam, kaos merah dan celana biru. Anton menggamit bola. Bejo menenteng air minum dalm botol plastik. Mereka berjalan beriringan sambil ngobrol dengan akrab.
Tiba-tiba terdengar panggilan dari belakang mereka. “ Hai anak yang baik.!” Anton dan Bejo serentak menoleh. Disana berdiri seorang asing. Berjubah putih tersenyum kepada mereka. Wajahnya putih berseri. Kumis dan jenggotnya putih. Kepalanya bersorban hijau. Anton dan bejo berpandangan. “Siapa dia ?” bisik Bejo. Anton menggeleng. Orang tua itu melambaikan tangan dan berkata denga suara lembut “Bejo.... kemari.....” Anton dan Bejo masih terdiam. Orang tua itu melambaikan tangan lagi. Bejo menarik tangan Anton. Mereka berjalan pelan-pelan menghampiri orang tua itu. Jantung mereka dag dig dug. Mereka semakin heran ketika orang tua itu menggeleng. Serentak dua anak kecil ini menghentikan langkah. Mereka berdua menunggu dengan ragu apa yang akan terjadi. Kemudian orang tua itu berkata “ Bejo saja. Sedangkan Anton di sini sebentar.” Kemudian orang tua itu merangkul Bejo dan menjauh dari tempat Anton berdiri. Dari kejauhan Anton memperhatikan dengan penasaran. Orang tua itu merendahkan tubuhnya hingga kepalanya sejajar dengankepala Bejo. Dia minta bola yang di bawa Bejo. Memegangnya seperti penyihir. Mulutnya komat kamit. Dari kejauhan Anton mencoba mendengarkan. Tapi sayang tidak satu katapun yang bisa didengar. Setelah itu bola dikembalikan dan Bejo bersalaman. Orang tua itu pergi.
Anton segera berlari menghampiri Bejo yang masih berdiri seperti patung. Bengong. “ Eh...Jo, Dia itu siapa ?” tanya Anton penasaran. Bejo menggeleng. Anton bertanya lagi “Tadi dia bilang apa ?” tapi Bejo menggeleng lagi. Anton jadi gemes. Dia nggak tahu kenapa Bejo tiba-tiba berubah. Biasanya dia selalu terbuka. Tidak pernah menyembunyikan rahasia di depan Anton. “ Bejo....Tadi orang tua itu bilang apa sama kamu ?” Bejo masih diam tapi kemudian mulai membuka mulut. “Orang tua itu aneh.” Anton mengerutkan kening dan bertanya “ Kok aneh ? Aneh apanya ?”
“Dia itu tadi cuma bilang BOLA ITU BENTUKNYA BULAT cuma itu yang dia bilang berulang-ulang.” Jawab Bejo. Mendengan jawaban itu Anton geleng-geleng. “Aku nggak percaya.”

Setelah kejadian itu mereka seperti musuhan. Berangkat sekolah dan ngaji tidak lagi bersama. Anton bahkan tidak main bola beberapa hari. Tapi lama-lama mereka berdua berpikir kenapa persahabatan mereka tiba-tiba rusak hanya gara-gara orang aneh yang tidak jelas ???[]


Ingin ngetril

Waktu itu paman membeli pasir. Pasir diangkut dengan truk dan ditumpahkan di halam rumah. Gundukan pasir itu seperti gunung kecil. Melihat gundukan pasir aku teringat pembalap di TV. Ku lihat mereka mengendarai sepeda dengan cepat sekali. Melewati jalan berliku dan naik turun. Kadang ngetril dan melayang di udara. Aku ingin mencobanya. Kuambil sepeda. Kukayuh pedal sepeda kuat-kuat. Sepeda melaju ke arah gundukan pasir. Ah gagal. Sepedaku tidak kuat melewati gundukan itu. Kucoba lagi. Gagal lagi. Kucoba lagi dengan ancang-ancang yang lebih jauh. Ku kayuh sepeda dengan sekuat tenaga. Sepeda melaju kencang menuju gundukan pasir. Hore..... sepedaku melayang. Aku terbang di udara. Dan...BUK. Aduh....aku terjatuh karena tidak bisa mengendalikan sepeda. Lengan dan kakiku lecet. Perih sekali. Tetapi adikku malah tertawa. Hahahaha.[]

Nyadran

Teman-teman tentu sudah tidak asing lagi dengan mbah Maulana. Sudah kenal kan ?! Namanya Syekh Maulana Abdur Rohman al-Bar atau AL-Hadromi. Makamnya di tengah sawah di antara tiga desa. Desa Mutih (mantren), Tedunan dan Kendalasem. Setiap tahun sekali penduduk ketiga desa tersebut mengadakan upacara Nyadran. Nyadaran adalah ziarah kemakam mbah maulana dalam rangka haul dan syukuran. Nyadran biasanya dilaksanakan sesudah panen raya. Pada akhir acara dibagikan berkat. Isinya ada ketan salak, pisang hijau, nasi, dan lauk pauk.
Konon mbah Maulana adalah leluhur ketiga desa tersebut. Beliaulah yang mbabat alas di daerah itu. Sebelumnya mbah Maulana bertempat tinggal dan berdakwah di desa Betah walang, Demak. Akan tetapi karena diganggu oleh Sadipo, beliau pindah ke daerah pesisir utara (mutih dan sekitarnya). Beliau berdakwah di daerah ini hingga ahir hayatnya dan dimakamkan di sana. Adapun istrinya dimakamkan di daerah Pecangaan, Jepara. Sedangkan Sadipo akhirnya dikalahkan oleh sunan Kali jogo.[]


Air Ajaib

Mbah Sastro adalah seorang petani desa. Desanya sangat pelosok, jauh dari kota. Berkat ketekunannya, Mbah Sastro bisa menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi di kota. Entah apa nama kota itu. Yang pasti jauh sekali dari desa ini.

Suatu hari Mbah Sastro diajak oleh anaknya pergi ke kota. Dia menginap di kota selama tiga hari. Mbah Sastro sangat senang. Dia melihat kehidupan yang lain; gedung-gedung bertingkat tinggi, mobil dan motor banyak sekali, lampu warna warni gemerlapan di malam hari. Tapi ada juga pengemis, anak-anak kecil ngamen di tengah jalan yang panas, dan orang-orang gelandangan tidur di bawah jembatan. Yang paling mengherankannya adalah air. Air ? ya !

Di kota Mbah Sastro tidak melihat orang ngangsu. Tidak ada yang mengangkat ember berisi air untuk mandi. Mbah Sastro tidak melihat orang yang menarik tali untuk menimba air dari sumur. Orang kota mandi di dalam kamar mandi. Air keluar dari kran. Sebenarnya Mbah Sastro tidak heran dengan air. Tapi heran dengan barang yang namanya kran. Sebuah pipa besi yang melengkung dan menempel di tembok kamar mandi. Kalau di putar, benda itu akan mengeluarkan air seperti orang pipis di pagi hari.

Ketika pulang ke desa, Mbah Sastro minta dibelikan sebuah kran sebagai oleh-oleh. Beberapa hari kemudian simbah yang rambutnya sudah putih itu sibuk membuat sebuah tembok kecil di depan rumah. Tak lupa Mbah Sastro memasang kran-nya; oleh-oleh dari kota. Tapi sayang sekali, kran itu tidak bisa mengeluarkan air walaupun sudah diputar-puter. Mbah Sastro jadi jengkel. Dia berteriak memangggil anaknya. Setelah anaknya datang mendekat, Mbah Sastro bertanya “Nang….kok kran-ne or gelem mancur ?”
Anak itu tertawa terpingkal-pingkal. “ Oalah pak…pak! Njenengan niku pripun ?” Dia tertawa lagi dan kemudian menjelaskan kepada bapaknya yang sudah tua.
“ Begini pak…Tembok itu tidak bisa menghasilkan air.”
Lho…tapi neng kota kok iso, nang…..?”
“Sebab ada pipanya yang nyambung dengan pompa. Pompa itu menyedot air dari sumur. Begitu pak…”
Mbah sastro manggut-manggut.


KUPU dan ULAT

Pagi itu mentari bersinar cerah. Awan putih menghias hamparan langit biru. Angin bertiup perlahan. Sepoi-sepoi…... Di bawah sana, di sebuah desa yang subur. Seekor kupu-kupu terbang di atas taman. Dia menikmati keindahan bunga-bunga. Kuncup-kuncup melati putih bersembulan di antara daun-daunnya yang hijau. Sekuntum mawar merah merekah di samping bunga sepatu yang bergoyang-goyang tertiup angin. Bunga matahari tersenyum dan mengembangkan rok kuningnya, tersenyum pada sang surya. Kupu-kupu sangat senang. Dia menyanyi riang sambil terbang. Hinggap di atas melati, menari-nari, kemudian terbang lagi. Pindah ke bunga sepatu, matahari, mawar, dan ……
“Oh betapa indahnya pagi ini.”

Di bawah bunga-bunga, rerumputan hijau segar sedang menjemur diri menguapkan embun pagi. Menunggu sang kelinci sarapan dengan daun-daun mereka. Mereka senang bisa saling membantu. Rumput dan kelinci saling bantu. Rumput memberi makan kelinci hingga kenyang. Dan kelinci memberikan kotorannya sebagai pupuk yang menyuburkan tanah dan menggemukkan rumput.

Kupu-kupu terus terbang berputar-putar, mengelilingi taman, mengitari kembang-kembang. Tapi tiba-tiba dia hinggap di bunga melati. Wajahnya berkerut. Dia gerak-gerakkan sayapnya seperti orang mau berkacak pinggang dan menuding-nuding. Matanya melotot memperhatikan seekor ulat yang sedang makan daun melati. Daun hijau itu tak berbentuk seperti daun lagi. Robek di sana sini seperti pakaian yang compang camping. Sesaat kemudian kupu berteriak lantang, “Hai….mahluk jelek kenapa kau rusak keindahan taman ini ?”
“Aku tidak merusaknya,” jawab si ulat sambil terus mengrigiti daun melati. “Aku hanya cari makan.”
“Iya. Tapi tidak kau lihat. Kau merusak daun-daun itu. Keindahan hilang karena kedatanganmu.”
Si ulat hanya diam. Dia terus makan.Mendengarkan kupu-kupu sambil memamah daun. Kupu-kupu terus nerocos.
“Alangkah bedanya aku dan kamu. Aku kupu-kupu. Aku punya sayap indah. Kehadirankan menambah keindahan taman. Anak-anak suka kepadaku, mereka mengejar-ngejarku. Tapi kamu…. Lihat dirimu. Kamu seekor ulat yang menjijikkan. Anak-anak langsung menjerit jika melihatmu. Bulu-bulumu bikin gatal. Kerjamu hanya melata, mengrigiti duan-daun. Ya. Kehadiranmu di sini merusak keindahan taman.”
Selesai bicara panjang, kupu-kupu terbang mengitari si ulat. Tatapan matanya sinis.

Dengan ramah ulat berkata, “ Hai kupu…Pantaskah kau membanggakan kecantikan tubuhmu dan menghina keburukanku ? Tidakkah kau ingat dari mana asalmu ? Siapa ibumu ? Tidakkah kau ingat bahwa kupu-kupu terlahir dari seekor ulat yang bertapa dan kemudian berubah menjadi kepompong ? Ingat !! Dulu kau juga seekor ulat yang menjijikkan sepertiku. Janganlah kau sombong seperti itu. Beberapa hari lagi akupun akan berubah jadi kepompong dan kemudian menjelma jadi kupu-kupu sepertimu. Tapi aku tak akan sombong sepertimu. Aku mau jadi kupu-kupu yang baik hati.”


Tukang Perahu

Pak Kumbang adalah tukang perahu yang rajin. Setiap hari Pak Kumbang mengangkut penumpang dengan perahunya. Perahunya sebelah kulit kerahi yang sudah dijemur. Para penumpang duduk di tengah. Penumpangnya banyak sekali; Ada anak-anak semut, Pak Angkrang, Bu Laba-laba, dan mbah Ulat. Pak Kumbang duduk di ujung belakang. Tanganya memegang kemudi. Kakinya berpegangan kuat-kuat pada perahu. Bila semua penumpang sudah siap, Pak Kumbang segera menggerakkan sayapnya dengan kuat. Gerakan sayap itulah yang menjalankan perahu. Perahu melaju menuju seberang sungai.

Semua penumpang sampai di seberang dengan selamat. Mereka segera melanjutkan perjalanan. Anak-anak semut berlari-lari menuju sekolah. Pak Angkrang menunggu mobil angkutan. Dia kerja di kota. Bu Laba-laba berjalan pelan-pelan ke pasar. Bu Laba-laba mau membeli dagangan. Mbah Ulat bertunuk-tunuk menuju Puskesmas.

Pak Kumbang kembali mengangkut penumpang yang lain. Bolak-balik menyebrangi sungai. Pak Kumbang sangat senang karena bisa menolong orang lain. Para penumpang juga berterima kasih. Mereka memberi uang kepada Pak Kumbang sebagai ongkos menyebrang.

POCONG

Setiap malam Aku mengaji di masjid. Biasanya aku pulang bersama teman-teman. Malam itu aku pulang sendirian. Teman-teman sudah pulang lebih dulu. Keluar dari masjid aku segera berlari kencang. Kakiku tersandung beberapa kali. Nafasku ngos-ngosan. Duk duk duk duk duk .Akhirnya aku sampai di perempatan. Aku lega karena sebentar lagi sampai.

Tapi……..Tiba-tiba samar-samar kulihat sesuatu berdiri. Warnanya putih. Dia bergoyang-goyang tapi tetap saja di sana, menghadang jalanku. Aku berhenti. Melangkah ragu. Kurasakan hawa dingin meniup tubuhku. Bulu kudukku berdiri semua. Hi…..merinding. Ya, aku takut sekali. Keringat dingin bercucuran. Kaki gemetar. Aduh bagaimana ini. Mengapa sepi sekali. Kok tidak ada orang lewat. Aduh…… putih-outih itu apa sih ? Apakah itu hantu pocong ? Hi……….aku takut.

Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba aku jadi berani. Kukepalkan tanganku kuat-kuat. Kutarik nafas panjang. Satu…..dua……tiga ! Aku berlari, dan……ciaaaaat! Kutendang hantu itu. Krosak !

Ealah… Ternyata hanya sebuah plastik. Sialan, mengapa tadi aku takut sekali. Hihihi, Aku jadi malu. Hi hi.


Belang makan bakso

Belang kucing putih kecil. Dia sedang tiduran di depan pintu. Tiba-tiba telinganya bergerak-gerak. Belang mendengar denting sendok dan piring.
Klunting. klunting.
Belang segera melompat, berlari ke dapur.
“Meong…..,meong…..minta dong…” Belang merengek. Dia gosok-gosokan kepalanya ke kaki Ani.
“Belang, mau bakso ?” Tanya Ani.
“Meong.”
Tenyata makan bakso sukar sekali. Sebutir pentol bakso menggelinding ke sana kemari. Belang tidak menyerah. Dia terus berusaha. Ya, belang seperti main sepak bola. Berlari, melompat, menyepak-nyepak bola bakso. Belang terus berusaha. Hore…Akhirnya tertangkap juga.
“GOL !” seru Ani yang sejak tadi memperhatikan. Dia senyam-senyum menahan geli.
Ya. Bola bakso berhasil masuk gawang.
“Enyak sekayi yasanya.” Kata belang sambil menguyah. Mulutnya penuh suaranya jadi lucu. Hihihi.


Si jangkung

Kuncung sebuah pensil yang jangkung. Dia tampan. Topinya merah, manis sekali. Topi itu sangat berguna. Dia melindungi kepala kuncung dari panas dan hujan. Bila Kuncung salah-tulis, topi inilah yang mengingatkan dan menghapusnya. Si Kuncung pandai menari. Setiap kali menari,di lantai selalu ada lukisan indah. Ternyata Kuncung menari sambil melukis.'

Sekali berarti sesudah itu mati

Panggil saja mbak Ana. Namanya Banana. Mbak Ana pisang yang baik hati. Hidupnya sederhana. Mbak Ana punya cita-cita yang sederhana. Mbak Ana hanya ingin berbuah sekali seumur hidup. Ya hanya sekali saja. Cita-cita yang sederhana ini ternyata butuh perjuangan.
Bulan kemarin mbak Ana sudah mau berbuah. Eh….ada Pak kerbau lewat dengan kasar. Tubuh Mbak Ana tertendang hingga jatuh. Mabak Ana sakit berminggu-minggu. Mabak Ana tidak putus asa. Dia tidak mau mati sebelum berbuah. Akhirnya Mbak Ana bisa berdiri lagi.
Sekarang Mbak sudah berbuah. Sebentar lagi buahnya masak. Senang sekali, menjadi mahluk yang bermanfaat. “Sekali berarti. Sesudah itu mati.”
Itulah prinsip Mbak Banana. Setelah berbuah dia rela mati.


Tangisan sang pintu

Hari ini Rio piket. Dia berangkat pagi-pagi. Sekolah masih sepi. Ketika akan masuk kelas, Rio menghentikan langkahnya. Dia menelengkan kepalanya. Telinganya bergerak-gerak. Dia tajamkan pendengarannya. Sst...ada suara tangis. Tapi siapa yang menangis ? Rio masuk kelas. Di dalam tidak ada orang. Di luar juga tidak ada. Lalu di mana yang menangis itu ? Jangan-jangan…. Hantu ! Hi….. Rio segara berlari.
Der ! Pintu ditutupnya. Dia bersandar di belakang pintu. Suara tangis semakin keras. Suara itu dari belakang Rio. Rio membalikkan badan, mau ngintip dari lubang kunci.
Ha !!! ternyata yang menangis si Pintu.
“Mengapa menangis ?” Tanya Rio
“HUAA...…HUAA...….Kepalaku masih pusing. Hari sudah pagi, sebentar lagi teman-temanmu datang. Aku akan tersiksa lagi. Teman-temanmu suka mendorongku, menarik, menutup dan membukaku dengan keras. Tubuhku terombang-ambing, kepala jadi pusing sekali. Sekarang aku masih pusing. Aku takut nanti teman-temanmu membuatku mainan lagi……HUAA... HUAA...….Aku tidak mau tambah pusing lagi….HUAA...….. HUAA...… kepalaku mau pecah… HUAA...…. HUAA...…..”
“Cup. Cup. Cup. Jangan menangis lagi. Aku nanti akan beritahu teman-temanku.” Kata Rio.[]


Aku suka hujan

Dia sangat suka pada hujan. Mungkin karena namanya Mega. Musim penghujan telah tiba. Senang sekali hati Mega. Sore ini hujan turun lagi. Mega berteriak girang “ Hore …Hujan.” Mega suka menadah air yang menetes dari atas genting di depan rumah. “ Ayo hujan….hujanlah yang lama. Jangan berhenti…”

“Mega…” terdengar suara Bapak dari dalam rumah. Mega bergeas lari measuk rumah. Dia melihat Bapak dan ibunya bersedih. “Mengapa bersedih ?”

Kalau hujan turun terus ibu sedih karena tidak bisa menjemur krupuk. Kalau hujan terus menerus, Bapak sedih karena takut sawahnya kebanjiran.

“Tapi Mega senang, Pak…Mega senang, Bu…. Karena sekarang kita tidak perlu membeli air minum. Kita tidak perlu beli sayur, karena di belakang rumah banyak bayam segar-segar…”
“Kita semua sedih, Mega….karena rumah kita bocor.”
“Mega senang mendengar tik tok tik tok air di atas ember penadah itu. Ya seperti musik….”
“Ya sudah Bapak mau berangkat menjala.”
“Mega senang hujan. ……….Semoga dapat ikan banyak, Pak.”

BEJO
Diceritakan oleh : Amin

Bejo bukan murid pintar, apalagi pelajaran Matematika. Setiap kali mengerjakan latihan Bejo hampir selalu mendapat nilai 5. Kadang malah 4 atau 3. Tidak pernah mendapat nilai 6 apalagi 7.

Hari ini sungguh aneh tapi nyata. Bejo bisa menjawab pertanyaan pak guru dengan cepat.
2.700 : 3 =….. ?
Bejo langsung angkat tangan. “ Tujuh ratus. Pak guru.”
900 : 3 =…..?
Bejo angkat tangan. Teman-teman yang lain geleng-geleng. Si Amin, anak terpintar masih masih berpikir.
“Berapa bejo ?”
“Tiga ratus, Pak guru.”

Apa ya rahasianya ? Padahal Bejo sering tidak masuk. Kadang malah bolos kalau ada pelajaran matematika.

Begini ceritanya. Kemarin bejo tidak masuk. Dia mencari keong di sawah. Dia bersama dua orang teman. Mereka bertiga mengumpulkan keong. Setelah dapat satu ember, mereka jual ke warung. Dapat uang 2.700. Mereka bingung membaginya. Mereka bertanya kepada pedagang. “Bu . 2.700 kalau dibagi orang tiga berapa ?”
“Ya 900.”
Setelah itu mereka beli tape satu bungkus. Harganya 900. Mereka harus patungan. Mereka bingung lagi. Akhirnya bertanya kepda pedagangnya. “Jadi satu orang bayar berapa ?”
“Ya tiga ratus nang”



Pak Jago Tertipu

Pak jago bangun pagi-pagi benar. Senam sebentar dengan lari-lari dan mengepak-kepakan sayapnya. Kukuruyuk……Uk uuk uuuuuk bersahut-sahutan.
Pak jago tengak-tengak mencari sarapan. Dia mengais-ngais tanah dengan cakarnya. Pak Jago mematuk karet gelang dikira cacing.


Cicak Minum Kopi

Hari sudah malam. Semua sudah tidur. Cicak belum tidur. Dia jalan-jalan. merayap-rayap di dinding. Cicak melihat ada gelas di atas meja. Oh kopi. Masih ada sedikit. Cicak ingin mencoba merasakan kopi. Pelan-pelan Cicak merayap turun menuju meja itu. Hup ! Cicak melompat ke bibir gelas kemudian meluncur ke dalam dan….Pluk. Cicak jatuh ke dalam. Tubuhnya hitam semua. Oh enak sekali minum kopi sambil berndam.


Wanita Pendayung

Di sebuah meja ada semangkuk es sirup rasa jeruk. Itulah danau bagi efa. Efa seekor semut yang suka mendayung. Perahunya kulit kacang. Dayungnya buatan Pak Rayap. Pak Rayap membuat dayung itu dari bekas batang korek api. Efa naik perahu bersama dua anaknya. Mereka mengelilingi danau. Air danau berwaena kuning. Rasanya manis. Anak-anaknya senang sekali. Hawanya juga sejuk. Kalau lelah Efa tiduran di perahu.




Sepatu dan Pipit

Ada bunga sepatu di tepi sungai. Di amemakai topi merah. Di atas topi ada rumbai-rumbai kuning. Bunga Sepatu sangat suka melihat buruang pipit. Setiap pagi, Pipit mencari makan di sawah. Sawah itu di seberang sungai. Bunga sepatu selalu menyapa.
“Selamat Pagi….Bagaimana kabarmu ?”
“Sugeng enjang, Bunga Sepatu yang cantik.” Sahut pipit sambil menari-nari.
Setelah itu mereka tertawa bersama.

Pak Curut

Pak Curut Pemulung yang rajin. Sarangnya di bawah lemari. Setiap malam dia berlari-lari mengumpulkan sampah-sampah yang tercecer di rumah. Bekas bungkus permen, duri ikan, kertas, kulit kacang, biji jambu, dan sebagainya. Malam ini Pak Curut mendapat barang yang antik. Bentuknya seperti karung. Baunya seperti ikan asin yang sudah basi. Warnanya……sepertinya warna aslinya putih, tapi barang ini sudah tidak putih lagi, bahkan hampir hitam. Barang apakah ini ?

Pagi harinya Ani mencari-cari kaos kakinya. Kaos kakinya hilang entah kemana.




Si Telon dan Hantu


Malam sudah larut. Jalan-jalan sepi. Orang-oarang sudah tidur. Lampu-lampu dipadamkan, hanya sebagian yang masih menyala. Si Telon belum tidur. Dia sedang membaca buku cerita. Hanya dia yang belum tidur di rumah itu. Ibu, bapak, dan adiknya sudah tidur. Dia sendirian. Sepi sekali rasanya.

Tok tok tok. Tiba-tiba terdengar ketukan. Sepertinya ada yang mengtuk pintu. Siapa bertamu malam-malam begini. Si Telon ragu-ragu. Mungkin dia salah dengar.
Tok tok tok tok tok suara itu terdengar lagi.
Tok tok tok tok tok tok
Walaupun agak takut Si telon berlari ke ruang tamu. Lho kok tidak ada siapa-siapa. Siapa tadi yang mengetuk pintu. Atau mungkin aku asalah dengar. Si Telon kembali ke ruan tengah.
Tok tok tok tok tok suara itu terdengar lagi.
Aduh siapa sih. Jangan-jangan hantu…hi……takut. Walaupun agak takut si Telon berjalan pelan-pelan melihat siapa yang mengetuk pintu. Tidak ada siapa-siapa.
“Hai Telon.”
Si telon terkejut. Oh Kaper. “Ah kamu bikin kaget saja. Hai Kaper, Siapa sih yang mengetuk-ngetuk pintu ?”
“Tidak ada.”
“Kau tidak mendengarnya”
“Oh tadi itu suara si Cicak ini.” Kata kaper sambil menunjuk ke balik kaca pintu. “Dia mau memakanku. Dia mematuk-matukan kepalanya ke arahku. Dia lupa kalau aku berada di balik kaca.”
“oh Cicak tho. Saya kira hantu.


Kalau tidak bisa naik sepeda
Tidak bisa lulus MI

Kalau tidak bisa naik sepeda kamu tidak bisa ikut Ebtanas. Kalau tidak ikut Enbatanas, tentu saja tidak akan lulus. Jadi kalau mau lulus harus bisa naik sepeda. Kok bisa begitu ? Begini ceritanya.

Dulu aku sekolah di MI Tedunan..Waktu itu Ebtanasnya tidak diadakan di Tedunan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ebtanas MI Tedunan bergabung dengan MI Mutih Kulon. Jadi pada waktu Ebtanas, setiap pagi Kami harus bersepeda ke Mutih Kulon. Asyik juga bersepeda bersama, melewati dukuh Godang dan Kemantren dan akhirnya sampai di Mutih kulon.

Begitulah ceritanya. Jadi semua murid kelas 6 saat itu jauh-jauh sebelum Ebtanas sudah berlatih naik sepeda. Kalau tidak bisa naik sepeda…..ya repot. Mau jalan kaki dari Tedunan sampai Mutih ? Mau mbonceng ? kasihan yang mengayuh. Itu dulu……..sekarang tidak lagi.


Meluncur dari atas tanggul

Namanya mahesa. Teman-teman memanggilnya Sang Pembalap. Mahesa memang suka naik sepeda. Seringkali dia mengayuh cepat sekali seperti pembalap. Dia tidak peduli orang lain. Kemarin dia menabrak anak ayam. Mati. Pernah juga hampir menabrak nenek-nenek yang mau menyebrang jalan. Bahkan Mahesa sudah dua kali tercebur ke sungai bersama sepedanya, tapi dia belum juga kapok.

Seperti biasanya, Sore ini Mahesa keluar rumah dengan sepedanya. Dia langung menggayuhnya keras-keras. Sepeda naik ke atas tangggul. Mahesa akan meluncur dengan sepedanya dari atas tanggul melewati jalan menurun yang terjal itu. Mahesa Ambil nafas. Satu….., Dua….., Tiga.! Mahesa mengayuh sekuat tenaga. Speda meluncur cepat sekali turun ke jalan, dan……Mahesa terus mengayuhnya……Awas !!! Mahesa terkejut. Tiba-tiab ada dua ekor kambing menyebrang jalan. Mehesa gugup. Karena takut Sang kambing berlari-lari di tengah jalan. Mahesa semakin panik dia mencoba menghindari kambing tapi …..Bruk !! Mahesa menabrak pagar.

Mbek….. kambing itu terus berlari. Mahesa merintih kesakitan. Kaki dan tanganya terluka. Giginya copot satu. Sepedanya rusak. Rodanya bengkok.



MERCON

Entah siapa namanya. Teman-temannya memanggil dia “Singa”. Dia memang pemberani. Tidak pernah takut seperti singa. Singa tidak takut petasan. Setiap bulan puasa Singa membuat petasan banyak sekali. Petasannya besar-besar. Kalau membunyikan petsana, Singa tidak mau meletakkan di tanah. “tidak puas” katanya. Tanpa takut Singa memegang petasan dengan tangan kanan. Tangan kirinya menyulut sumbunya dengan bara. Ketika nyala sumbu hampir masuk ke dalam petasan barulah petasan itu di lempar ke udara, dan………..DOR !!! Petasan meledak di atas. Serpihan-serpihan kertas berhamburan. Turun dengan indah seperti semburat kembang api. Asyik sekali. Singa membunyikan petsan lagi. Satu lagi. Dan satu lagi.
Sayanng sekali. Sungguh sayang sekali. Ketika Singa menyulut sumbu petasan yang kesekian kali, petasan itu meledak sebelum sempat dilempar ke udara. Singa terkejut. Telinganya berdenging. Jari-kari tangan kanannya sobek-sobek. Baju barunya juga sobek-sobek di bagian dada. Dadanya sendiri terluka. Tidak banyak darahnya tapi kulit itu seperti habis terbakar. Nafas Singa terengah-engah. Mulutnya merintih pelan.
Untung sekali. Sungguh untung sekali. Adiknya segera menolong. Singa dituntun masuk rumah dan dibaringnkan di bale. “Minum dulu. Biar tenang.” Kata ibunya. Adikany mengipasi luka itu. Aduh kasihan sekali.



Lima bersaudara dalam satu sepeda

Catur punya empat orang saudara. Kak Eko, Kak Dwi, Mbak Tri, dan Dik Panca. Mereka mempunyai sepeda bagus. Semua suka bersepeda. Waktu itu kebetulan Mereka ingin bersepeda semua padahal sepeda Mereka hanya satu. Sepeda Mereka tidak ada tempat membonceng. Akhirnya Mereka rebutan. Tidak ada yang mau mengalah. Tapi akhirnya Mereka sepakat untuk bersepeda bersama.

Ya. Mereka berlima akan menaiki sebuah sepeda. Satu sepeda dinaiki orang lima. Kak Eko duduk di sadel. Dia yang akan mengayuh dan mengemudi. Mbak Tri duduk di sadel juga. Di belakang Kak Eko. Dia berpegangan erat pada badannya. Kak Dwi berdiri di atas as roda belakang. Tangannya berpegangan pada punggung Mbak Tri. Catur berada di paling depan. Ya. Catur duduk di atas stang. Dik Panca duduk di atas pipa di belakang Catur. Tangannya berpegangan pinggang Catur.

Semua sudah siap. Kak Eko mulai mengayuh pidal. “Berat sekali.” Katanya. Baru jalan sedikit sepeda roboh. Mereka tertawa. Ha ha ha ha. Mereka coba lagi. Jatuh lagi. Coba lagi.
“Semua harus tenang.” Kata Mbak Tri.
“Tidak boleh bergerak.” Tambah Kak Dwi.
“Satu….., Dua……, Ti….ga ! “ Catur memberi aba-aba.
Kak Eko mengayuh sekuat tenaga. Tangannya mengendalikan stang agar sepeda tidak roboh.
“Hore…!!” teriak Dik Panca.
Sepeda berjalan satu meter. Dua meter. Tiga meter. Dan…..akhirnya roboh lagi ke tanah. Mereka tertawa gembira. Gembira sekali bias bersepeda berlima. Ya lima bersaudara.


Sepeda Roda Tiga

Siapa sih yang tidak bisa naik sepeda. Apalagi sepeda roda tiga yang kecil. Aku yakin teman-teman semua bisa. Sekarang aku mau terus terang. Sebenarnya dulu aku tidak bisa.Aku sudah tidak ingat kejadian itu. Ini cerita dari bibiku. Katanya dulu ketika masih kecil aku tidak bisa naik sepeda roda tiga yang keci itu padahal tema-teman sebayaku sudah bisa. Aku tidak bisa mengayuh atau mengontel. Kalau mau mengayuh kedua kakiku maju semua sehingga roda tidak mau berputar. Memang lucu. Ngontel sepeda roda tiga saja tidak bisa. Yah itulah aku saat kecil. Sekarang aku sudah bisa naik sepeda besar. Ayo siapa berani balapan denganku.


Katak Sungai

Aku katak sungai
atau kodok kali.
Waktu hujan aku senang sekali.
Berenang kesana kemari.
Menari-nari.
Asyik sekali.
Tapi…….
Mengapa tiba-tiba angin bertiup kencang. Udara menjadi sangat dingin. Aku menggigil. Aku berlindung di bawah jembatan. Terlihat petir menyambar. Terdengar guntur menggelegar. Aku takut sekali. Oh kemana ayah dan ibu pergi. Eh aku katak sungai. Aku kodok kali. Tidak perlu takut angin ribut, suara guntur, dan kilat petir.

Minta apa sayang…..?

Si Beo menangis keras sekali.
  • Hua hua hua
    • Ada apa sayang ?
  • Mengapa Ani dibelikan baju baru ?
    • Sebentar lagi kan Lebaran…sayang.
  • Mengapa si meja di belikan taplak baru ?
    • Untuk menyambut tamu, sayang.
  • Mengapa aku tidak……
    • Jangan kuwatir, sayang . Ini kalung baru untuk si Beo sayang.
  • Aku tidak mau Hua hua
    • Lalu…..Beo ingin apa ?
  • Aku ingin rumah lama
    • Rumah lama ?
  • Ya. Rumahku yang dulu.


Ooooo BAL !!

Sepak bola
Bola melambung
Bolabolabolabo

Oper bola
Bola menggilinding
Bolabalo lobalabo

Tendang bola
Bola melayang
Booooooooola

Tangkap bola
Bola lepas
GOOOOOOOL

ADIKKU PINTAR
aku bodoh

Adikku pintar.
Kadang membuatku bingung.
Adikku suka bertanya.
“Kak, ini apa?”
Ini buku.
Buku terbuat dari apa ?
Dari kertas.
Kertas dari apa ?
Dari kayu.
Kayu dari apa ?
Dari pohon.
Pohon dari apa ?
“Kakak tidak tahu, Dik.”

Ayo siapa yang tahu.
Pohon terbuat dari apa ?

Flamboyan.

Flamboyan
Bungamu indah
Memerah di antara hijau muda
Angin dingin menabur titik-titik air
Gerimis Desember

Flamboyan
Batangmu gagah
Memayung megah
Dedaun mungil bergerak-gerak
Menaungin gadis kecil mengigil
Berteduh di bawahmu


Waktu

Jarum jam terus bergerak
Matahari tak pernah berhenti
Waktu berlalu
Tak mau menunggu
Tiada jeda.
Tida terlena

Mengapa kau tak mau
Menungguku sebentar saja.


Lebaran

Ini hari
Hari suci
Kuminta dari dalam hati
Sudilah kawan
Maafkan kesalahan

Pagiku

Bangun pagi
Mandi
Gosok gigi
Sarapan nasi

Berangkat sekolah
Pamit ayah
Pamit ibu
‘tuk cari ilmu


Kemarau

Angin bertiup
Debu berterbangan
Rerumputan menguning,
Kering, mati.
Sungai kering,
Tiada air mandi.
Begitulah............
Kemarau
Di desaku


KERING

Kambingku menangis merengek minta minum
Tak ada air. Sabarlah…….
Mari berjalan ke timur sana
Siap tahu masih ada seteguk air untukmu

Kambingku mengembik serak
Mbek……..mbek…….
Rindu rumput hijau

Rerumputan menangis
Kurus kering kuning
Sekarat
Tapi ia rela dimakan kambing
Rumput bangga;
Walau dalam sekarat, masih bisa mengganjal perut kambing

Kambingku menangis
Rerumputan menangis


MELATI

Melati. Namamu sebuah puisi
Tubuhmu harum, semerbak mewangi
Dalam kelopakmu, aku ingin menari
Berbaring
berguling-guling
di atas pemadanimu
Putih bersih memantulkan sinar mentari

Melati….
Bolehkah pagi ini kucium wangimu ?


IJINKAN AKU SEKOLAH

Bapak bilang
Kau tak usah melanjutkan ke MTs
Adikmu juga besok masuk MI
Adikmu yang satu lagi besok masuk TK
Semua butuh duit
Kau sudah besar
Bantu Bapak cari ikan
Cari makan untukmu dan adik-adikmu
Jangan iri pada yang kaya

Bapak…..
Ijinkan aku sekolah lagi
Kan ku Bantu cari ikan
Cari nasi
Cari makan
Tapi…..
Ijinkan aku sekolah


Semangka

Mengunyah semangka merah
Hilangkan dahaga dan lelah
Semangka merah
Renyah murah meriah


Pantun

Kembang melati di taman asri
Angin semribit semakin nyaman
Makan roti jangan sendiri
Bagi sedikit sesama teman

Pagi-pagi mencuri pisang
Tapi sial kena perangkap
Maksud hati mencari senang
Hati menyesal karena tertangkap

Kalau rumah abang jauh di sana
Beri saya kabar berita
Kalau sudah pegang pena
Mari kita tulis cerita

Kalau tuan beli tahu
Jangan campur buah kedondong
Kalu tuan belum tahu
Jangan malu bertanya, dong !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKOKOHLAH BAHTERAMU

🌹Ramadhan ke-7 PERKOKOHLAH BAHTERAMU, KARENA SAMUDRA ITU DALAM 🍃🌾Rasulullah pernah berpesan pada Abu Dzar tentang tiga hal. Kata Rasul, “Wahai Abu Dzar, perkokohlah bahteramu, karena samudra itu dalam. Perbanyaklah bekalmu karena perjalanan itu panjang. Ikhlaskanlah amalmu, karena pengintaimu sangat jeli.” ⛵️⛵️Pertama, perkokohlah bahteramu karena samudra itu dalam. Dalamnya samudra itu mengandung resiko. Jika tenggelam, kita bisa mati. Samudra yang dalam itu juga penuh rahasia. Kita tidak pernah tahu ada apa saja di dalamnya. Karang yang besar atau ikan yang buas, sewaktu-waktu bisa mencelakai kita. Karena itu, pengarung samudra yang dalam memerlukan bahtera yang kuat, yang bisa melindungi penumpangnya dari resiko tersebut. ⛵️⛵️Inilah analogi hidup manusia. Hidup manusia di dunia ibarat hidup di tengah samudra yang dalam tersebut. Mempersiapkan bahtera yang kuat berarti mempersiapkan segala hal yang bisa membuatnya bertahan dan mudah mencapai tujuan hidupnya, yaitu akhirat. Tan

Jangan Marah, Ya!

Jangan Marah, Ya! Sebuah Naskah Pidato Singkat untuk siswa MI Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Pertama, Marilah kita berterima kasih kepada Allah Yaitu dengan membaca Hamdalah. Alhamdu.....lillah. Terima kasih Ya. A....llah. Telah kau beri kami A....kal. Sehingga kami dapat bela...jar. Bukan kurang a... jar. Alhamdu....lillah. Kedua, Mari kita membaca sholawat. Allahumma Sholli Ala Muhammad! Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Siapakah yang ingin masuk surga? Ya. Kita semua, pasti, ingin masuk surga. LA TAGHDHOB WALAKAL JANNAH Janganlah marah, maka kamu akan masuk sur...ga. Orang yang ingin masuk surga, maka dia tidak boleh ma..... rah. Walaupun tidak naik kelas, tidak boleh ma.... rah Walaupun tidak dibelikan seragam baru tidak boleh ma.... rah Walaupu

Doa Mohon Belas Kasihan Allah

رَبِّ إِنِّىٓ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْـَٔلَكَ مَا لَيْسَ لِى بِهِۦ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِى وَتَرْحَمْنِىٓ أَكُن مِّنَ ٱلْخَٰسِرِينَ Rabbi innii a'uudzu bika an as-alaka maa laysa lii bihi 'ilmun wa-illaa taghfir lii watarhamnii akun mina alkhaasiriin Ya Tuhanku, sungguh aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui hakikatnya. Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi (Hud 47) Aamiin