Sudah dua kali
Bapak memanggilnya tapi Siti tidak menyahut. Sore itu Siti duduk
sendirian di teras rumah. Sepertinya bocah kecil itu sedang sedih.
Dia diam saja. Kepalanya menunduk. Kedua kucir di kepalanya
bergoyang-goyang tertiup angin. Matanya menatap tanah. Tidak ada
apa-apa di atas tanah itu.
“Siti….” Terdengar lagi suara Bapak dari dalam rumah.
“Sedang apa kamu tadi ? Dipanggil kok diam saja ?”
“Maaf Pak. Tadi Siti sedang sedih…”
“Mengapa ? Apa yang menyebabkan kau bersedih, Anakku ?”
“Siti juga tidak tahu, Pak. Tapi… sekarang aku sudah tidah sedih lagi kok.”
“Lho. Kenapa ?”
“Eh Bagaimana kalau kita beli makanan.”
“Asyik. Ayo kita beli sekarang saja, Pak. Kita beli singkong goring saja.”
“Eh. Siti yang beli.”
“Terus Bapak ngapain ?”
“Bapak mau membuat teh. OK ?!”
“OK.” Siti segara berlari ke warung. Sebentar kemudian sudah kembali dengan tangan kosong.
“Mana singkongnya ?!” Tanya Bapak heran.
“Mana uangnya, Pak ?”
“O iya lupa.”
Siti menengok got itu. Singkongnya sudah tidak terlihat. Siti bingung dan takut. Apa yang harus dia katakana pada Bapak. Bapak pasti marah sekali. Siti berjalan sangat pelan. Kepalanya menunduk.
Sayang sekali singkong di warung Lek Pri sudah habis. Siti bingung. Tiba-tiba kepalanya terasa gatal sekali. Dia menggaruk-garuknya. Uangnya jatuh tapi dia tidak tahu. Siti pulang lalu mecari Ibu. Ibu Menanyakan uangnya. Siti melihat kedua telapak tangannya. Uang itu sudah tidak ada di situ. Aduh jatuh di mana ?
Siti meyusuri jalan dari rumahnya sampai warung Lek Pri. Kepalanya menunduk. Matanya melotot melihat ke kanan dan ke kiri mencari-cari uang itu. Sudah tiga kali Siti menyusuri jalan tapi uang itu tidak bisa ditemukan.
Siti pulang sambil menangis. Siti takut dimarahi Ibu dan Bapak. Siti tidak berani masuk rumah. Dia bersembunyi di belakang rumah, di dekat kandang ayam. Siti masih menangis. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tiba-tiba Adiknya datang. Kata Adik, Siti ditunggu di teras rumah. Ayah dan Ibu tidak marah. Tapi Siti ragu. Siti tidak mau ke sana. Adiknya menggeret tangannya.
Bapak dan Ibu menyambutnya dengan senyum. Tapi Siti terkejut dan heran. Di atas meja ada tas kresek hitam. Dia bisa melihat isinya. Ya, isinya singkong goreng. Apakah ini singkong sudah tercebur got tadi ?
Siti tidak tahu mengapa Ibu dan Bapak tidak marah.
“Bapak tidak suka kalau Siti tidak jujur. Karena Siti tadi membohongi Ibu sekarang Siti harus menerima hadiah. Ini hadiahnya.” Bapak langsung menggelitik perut Siti sampai geli dan terpingkal-pingkal. Siti sekeluarga tertawa bersama.[]
Tiba-tiba ada seekor semut melewati
tanah itu. Semut itu berjalan pelan sekali lalu berhenti. Kepalanya
tengak-tengok kemudian mendongak ke atas. Seakan-akan semut itu
memandang heran kepada Siti. “Hai Siti sepertinya kau lagi sedih ?
Kenapa ? Ayolah jangan bersedih begitu. Tersenyumlah…. Ayo
tersenyum.” Siti diam saja.
Semut itu mencoba berdiri dengan kedua
kakinya yang belakang. Eit jatuh. Dia coba lagi dan jatuh lagi.
Akhirnya Siti tersenyum melihat tingkah semut itu.
“Siti….” Terdengar lagi suara Bapak dari dalam rumah.
Siti segera berlari masuk ke dalam
rumah.
“Sedang apa kamu tadi ? Dipanggil kok diam saja ?”
“Maaf Pak. Tadi Siti sedang sedih…”
“Mengapa ? Apa yang menyebabkan kau bersedih, Anakku ?”
“Siti juga tidak tahu, Pak. Tapi… sekarang aku sudah tidah sedih lagi kok.”
“Lho. Kenapa ?”
Siti malah tertawa. Dia teringat semut
yang mencoba berdiri tapi selalu jatuh terjungkal.
“Eh Bagaimana kalau kita beli makanan.”
“Asyik. Ayo kita beli sekarang saja, Pak. Kita beli singkong goring saja.”
“Eh. Siti yang beli.”
“Terus Bapak ngapain ?”
“Bapak mau membuat teh. OK ?!”
“OK.” Siti segara berlari ke warung. Sebentar kemudian sudah kembali dengan tangan kosong.
“Mana singkongnya ?!” Tanya Bapak heran.
“Mana uangnya, Pak ?”
“O iya lupa.”
Mereka tertawa bersama. Setelah
menerima uang Siti segera berlari ke warung. Dia membeli singkong.
Singkong itu dibungkus dengan daun pisang kemuidan di masukkan ke
dalam tas kresek hitam. Siti senang sekali. Dia berjalan pulang
sambil lari-lari kecil. Siti terus berjalan sambil menyanyi.
Tangannya berayun-ayun. Tas kresek itu pun berayun-ayu. Tiba-tiba tas
keresek itu lepas dari tangan Siti dan terlempar ke udara lalu jatuh
pas ke dalam got. Air got hitam menciprat ke atas.
Siti menengok got itu. Singkongnya sudah tidak terlihat. Siti bingung dan takut. Apa yang harus dia katakana pada Bapak. Bapak pasti marah sekali. Siti berjalan sangat pelan. Kepalanya menunduk.
Sesampai di rumah Siti segera mencari
Ibu. Siti menceritakan kejadian tadi tapi dia berbohong. Siti bilang
uang untuk membeli singkong itu hilang di jalan. Ibu memberinya uang.
Ibu berpesan agar hati-hati. Siti menggenggam uang itu erat-erat.
Siti cepat-cepat berlari ke warung Lek Pri. Siti lupa tidak berterima
kasih pada Ibu yang telah menolongnya.
Sayang sekali singkong di warung Lek Pri sudah habis. Siti bingung. Tiba-tiba kepalanya terasa gatal sekali. Dia menggaruk-garuknya. Uangnya jatuh tapi dia tidak tahu. Siti pulang lalu mecari Ibu. Ibu Menanyakan uangnya. Siti melihat kedua telapak tangannya. Uang itu sudah tidak ada di situ. Aduh jatuh di mana ?
Siti meyusuri jalan dari rumahnya sampai warung Lek Pri. Kepalanya menunduk. Matanya melotot melihat ke kanan dan ke kiri mencari-cari uang itu. Sudah tiga kali Siti menyusuri jalan tapi uang itu tidak bisa ditemukan.
Siti pulang sambil menangis. Siti takut dimarahi Ibu dan Bapak. Siti tidak berani masuk rumah. Dia bersembunyi di belakang rumah, di dekat kandang ayam. Siti masih menangis. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tiba-tiba Adiknya datang. Kata Adik, Siti ditunggu di teras rumah. Ayah dan Ibu tidak marah. Tapi Siti ragu. Siti tidak mau ke sana. Adiknya menggeret tangannya.
Bapak dan Ibu menyambutnya dengan senyum. Tapi Siti terkejut dan heran. Di atas meja ada tas kresek hitam. Dia bisa melihat isinya. Ya, isinya singkong goreng. Apakah ini singkong sudah tercebur got tadi ?
“Siti, ayo duduk sini. Mari kita
nikmati singkong goreng ini,” kata Bapak sambil meraih pundak siti
dan membelai rambutnya.
“Bapak tahu apa yang terjadi. Tadi Bapak melihat tas kresek yang kau ayun-ayunkan itu terlempar ke dalam got. Ketika kau sampai di rumah dan minta uang pada Ibu, Bapak pergi ke warung Lek Pri untuk membeli singkong kemudian Bapak ke Warung Lek Man untuk membeli gula pasir. Ketika kembali Bapak berjalan di belakangmu. Bapak melihat uang yang kau bawa jatuh. Ini kan uangnya ?!”
Bapak merogoh saku dan mengeluarkan uang itu. Uang itu dikembalikan ke Ibu.
“Bapak tahu apa yang terjadi. Tadi Bapak melihat tas kresek yang kau ayun-ayunkan itu terlempar ke dalam got. Ketika kau sampai di rumah dan minta uang pada Ibu, Bapak pergi ke warung Lek Pri untuk membeli singkong kemudian Bapak ke Warung Lek Man untuk membeli gula pasir. Ketika kembali Bapak berjalan di belakangmu. Bapak melihat uang yang kau bawa jatuh. Ini kan uangnya ?!”
Bapak merogoh saku dan mengeluarkan uang itu. Uang itu dikembalikan ke Ibu.
“Sekarang mari kita minum teh
bersam-sama. Apakah Siti bisa membuat teh seeak buatan Bapak ini ?”
Bapak, Ibu, Adik dan Siti minum teh
hangat itu. Enak sekali rasanya.
Siti tidak tahu mengapa Ibu dan Bapak tidak marah.
“Bapak tidak suka kalau Siti tidak jujur. Karena Siti tadi membohongi Ibu sekarang Siti harus menerima hadiah. Ini hadiahnya.” Bapak langsung menggelitik perut Siti sampai geli dan terpingkal-pingkal. Siti sekeluarga tertawa bersama.[]
Komentar