Langsung ke konten utama

Aku Pelacurmu


Aku Pelacurmu
sebuah cerpen tentang cinta

Ya ! Sesuatu yang paling aku benci adalah bibirmu. Bibirmu yang kau poles merah berbuih-buih mengucapkan kata cinta. Ya… itu memang bibir yang pernah kucium tapi waktu itu kau tidak pakai lipstik. Wajahmu juga tidak kau topengi dengan bedak. Ya, Aku masih ingat ciuman senja itu. Sebuah senja yang indah di tepi samudra. Tidak itu saja, semua percumbuan dan pergumulan yang pernah kita lakukan tak satupun yang pernah kulupakan walau aku juga tidak berusaha mengenangnya. Tapi sekarang aku tak ingin lagi mencium bibirmu. Bibirmu yang dengan gaya perempuan manja berkali-kali bilang : I love you, Aku tak bisa pindah ke lain hati, Aku tak bisa hidup tanpa dirimu, atau kalimat-kalimat sok romantis lainnya.
Bercinta ? Jangan gunakan kata itu. Percintaan kecil ? juga tidak tepat. Bermesraan, bercumbu, bergumul, atau bahkan bersenggama bukanlah bercinta. Di situ tak ada cinta. Begitulah yang telah kita lakukan. Selama ini kita hanya melacur. Ya, saling melacur, itu saja. Lain ? Tidak ! Bukan bercinta. Coba, mau disebut apa kalau bukan pelacuran ? Kunikmati tubuhmu dan aku membayarnya dengan tubuhku, Kau beli tubuhku dengan tubuhmu. Kita sekedar saling menjual dan membeli tubuh. Aku pelacurmu dan kau pelacurku.
Sebenarnya aku tidak membencimu. Seandainya saja kau tidak memaksakan cintamu, mungkin aku masih tetap menyukaimu. Sejak pertemuan pertama, tiga tahun yang lalu, aku suka kamu. Tapi aku sudah pernah cerita kepadamu bahwa aku tidak akan pernah punya pacar. Kau seharusnya mengerti hubungan apa yang kita jalin selama ini. Aku tidak tahu mengapa kau tiba-tiba jadi egois. Kau memaksaku untuk mencintaimu, menjadi pacarmu, dan bahkan mengawinimu.
Kau memang cantik. Kulitmu bersih. Matamu bening. Aku suka gadis berkaca mata. Aku terpesona sejak kita berkenalan. Kuakui itu. Tak ada yang kurang. Kau nyaris sempurna. Kau juga pintar dan cerdas. Aku kagum padamu. Tapi itu semua bukan berarti aku ingin menikahimu. Apalagi sekarang aku menemukan kekuranganmu. Kau tidak lebih dari seorang budak betina. Budak cinta. Kau terlalu mengagungkan cinta.
Setahun yang lalu, ketika bibirmu mulai sering mengigaukan kata-kata cinta, aku terpaksa menghindarimu. Aku tahu Kau selalu mengirim surat, tapi maaf aku tidak pernah mengirim balasan. Kenapa ? Karena kau mengulang pertanyaan yang sama yang sudah pernah aku jawab. Puisi-puisi yang kau lampirkan bagus. Bikin saja antalogi puisi para pemuja cinta. Ha ha ha.
Setahun aku tetap menjaga jarak. Dengan begitu aku berharap hubungan kita kembali seperti semula, seperti tiga tahun yang lalu. Tapi ternyata kau keras kepala. Surat terakhir kau malah ngajak kawin. Ada ada saja.
Mau kawin ? ya kawin sajalah ! Tak perlu ada alasan yang logis mengapa aku tidak akan pernah punya pacar, mengapa aku tidak mau nikah denganmu. Kalau kau masih ngotot bertanya mengapa tidak aku mau menikahimu, aku tetap tidak akan menjawab, Aku hanya ingin bertanya mengapa kau tidak mau dinikahi orang lain.
Sebagai pemuja cinta seharusnya kau mengerti bahwa cinta tidak bisa dipaksakan. Juga tidak bisa dilarang. Kalau aku menyukai atau mencintai seeorang aku tidak akan memaksanya untuk mencintaiku juga. Cinta tidak untuk diterima atau ditolak, dibalas atau diabaikan. Kau berhak mencintai siapa saja tapi kau tidak boleh menuntut mereka mencintaimu.
Maaf, bila persentuhan fisik kita ternyata kau tangkap sebagai tanda cinta. Sebagai manusia aku tak menolak percumbuan yang kau suguhkan. Ya, Aku menikmatinya. Sangat menikmati. Bahkan bila kau suguhkan tubuhmu dan kau rengkuh tubuhku untuk bersenggama mungkin aku tidak menolak. Tapi maaf, jangan kau artikan itu sebagai cinta atau bagian dari cinta. Anggap saja aku pelacurmu dan kau pelacurku.
Kau menangis ? Menangislah…. Menangis sepuasmu, semoga itu bisa melegakan dadamu. Menangislah tapi jangan kau harap aku merubah pendirianku karena kasihan padamu. Menangislah tapi bertanyalah pada hatimu; Sebenarnya apa yang kau tangisi. Pantaskah hal itu kau tangisi.
Aku tidak tahu mengapa kau tiba-tiba jadi cengeng begini. Sok melankolis. Tidak seperti dulu. Padahal setahuku kau dulu adalah seorang aktivis; aktif di berbagai organisasi. Kau juga seorang demonstran, seorang wanita yang tegar. Kau selalu menghadapi persoalan dengan senyum. Tegas dan gesit. Itulah yang membuatku tertarik padamu. Dan sekarang citramu kau rusak sendiri.
Ha ha ha…. Tidak lucu. Kau mau bunuh diri ? Mantan demonstran mau jadi Layla majnun. Ha ha ha… apa kata dunia, ha ?! Ingat, Remeo-yuliet, Sampek Eng Tay, Kama Ratih, Qois-Layla dan kawan-kawan adalah orang-orang gila. Kalau kau merasa tidak bisa hidup tanpa diriku maka mungkin kau harus berkaca lagi… bertanya lagi untuk apa hidup ini. Hidupmu tidak hanya untuk bertemu denganku. Pertemuan kita hanya serpihan kecil dari rantai kehidupan. Jalan masih panjang, Kawan. Mengapa kau harus terkapar menyerah pada kutu kecil yang bernama cinta itu. Begitu kejam dan kejikah cinta yang kau sanjung-sanjung itu.
Kalau kau tetap ngotot… emm… mungkin sebaiknya kita berpisah. Anggap saja kita tidak pernah bertemu. Mungkin kita harus memperbarui perkenalan kita. Mungkin …. Ah Entahlah…
Begini saja. Sekarang apa maumu ? Tapi sekali lagi kukatakan ‘Aku tak bisa menikahimu.’ Kalau kau hanya ingin tubuhku, ambil saja. Bersetubuhpun aku tak keberatan. Yah. Aku pelacurmu, Sayang. Kau mau minta apa ? Aku akan memenuhinya.
Maaf bila waktu di pantai, saat senja indah itu, aku tak kuasa menolak bibir yang kau suguhkan. Maaf bila malam itu, ketika aku menemanimu lembur di kantor, kubiarkan kau bimbing tanganku menyusuri lekuk tubuhmu. Maaf bila di waktu-waktu berikutnya aku yang memulai mencubitmu, mengelitik pinggangmu atau membelai rambutmu yang panjang dan lebat. Yah kadang kau yang memulai. Kadang juga aku. Sama saja. Akhirnya kita saling menikmati.
Maaf bila sekarang aku mengajakmu jujur bahwa waktu itu kita hanya saling melacur. Aku pelacurmu dan kau pelacurku.
Sekarang apa yang kau inginkan, wahai pelacurku, Sayang ?
Katakan saja. Kau ingin kita berhenti melacur ? katakan saja… Sebenarnya aku juga menyesal telah menjadi pelacurmu. Yah mungkin kita memang harus berhenti melacur. Bagaimana ? Kau setuju?[]
Wirobrajan, 5 April 2003

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku Digital untuk Siswa dan Guru

Buku mata pelajaran umum tingkat MTs Buku kelas VII Buku siswa IPS Kelas VII MTK Kelas VII Semester 1 MTK Kelas VII Semester 2 PJK (Pendidikan Jasmani, olahraga dan Kesehatan) Kelas VII PKn Seni Budaya Prakarya sem 1 Prakarya sem 2 Buku Mata pelajaran umum tingkat MTs Buku pelajaran PAI untuk tingkat MTs MAPEL UMUM Kelas 8\Buku Siswa\Kelas VIII Matematika BS Sem 1.pdf https://drive.google.com/uc?id=0BxAzzxcrYq9zanloOE1uUGRjVUk&export=download Kelas 8\Buku Siswa\Kelas VIII Bahasa Inggris BS.pdf https://drive.google.com/uc?id=0BxAzzxcrYq9zTmltd2JtVFMwVDQ&export=download Kelas 8\Buku Siswa\Kelas VIII Seni Budaya BS.pdf https://drive.google.com/uc?id=0BxAzzxcrYq9zdWtEMWF0SndRdU0&export=download Kelas 8\Buku Siswa\Kelas VIII Prakarya BS Sem 2.pdf https://drive.google.com/uc?id=0BxAzzxcrYq9zRE9pQUlnWmt4QTA&export=download Kelas 8\Buku Siswa\Kelas VIII Prakarya BS Sem 1.pdf https://drive.google.com/uc?id=0BxAzzxcrYq9zMlFxNGgyLTkxdGc&export=download Kelas 8\Buku Siswa

BlankOn Linux, Sepatu, dan Aku

A khirnya hadiah yang aku tunggu-tunggu pun tiba. Malam itu aku hendak menutup pintu depan rumah ketika dik Mutho' berlari-lari kecil menghampiriku sambil menyodorkan sebuah bingkisan berwarna coklat. “Pasti sepatu,” tebakku. “Matur nuwun...” Bingkisan dari Tangerang itu langsung kubawa masuk dan kutunjukkan kepada istri dan dua putriku; Alma dan Nabila. Mereka langsung berebutan untuk membukanya. Betul, bingkisan itu berisi sepatu Fans dan ternyata ada buku dan piagamnya juga. Alhamdulillah . Beberapa hari sebelumnya memang aku baca pengumuman Pemenang Sayembara Menulis Periode II; Pemenang Sayembara Menulis Periode II   Bertepatan dengan Hari Pahlawan!! Panitia selesai menyeleksi tulisan yang masuk sejak 18 Agustus hingga akhir Oktober ini. Kemudian panitia memutuskan nama-nama dibawah ini untuk menjadi pemenang. Pemilihan pemenang berdasarkan judul yang menarik, ide dan materi yang orisinil, kemudian bahasa penulisan, apakah ada cerita lain dari penulis atau langsu

UN dan Mutu Pendidikan

Akhir semester ini saya dan teman-teman mendapat tugas untuk menuliskan pendapat secara ilmiah tentang Ujian Nasional dan Mutu Pendidikan. Dulu, saya pernah menyebut Ujian Nasional sebagai Dagelan Nasional. Menurut saya, di dunia per-UN-an ada banyak hal yang menggelitik untuk di selidiki. Akan tetapi UN memang sudah menjadi faktor pendorong atau pemaksa untuk meningkatkan waktu belajar. Ini menarik dan harus dimanfaatkan. Saya setuju dengan pendapat bahwa pendidikan karakter sangat penting. Oleh karena itu meningkatnya motivasi dan waktu belajar menjelang Ujian Nasional perlu dimanfaatkan juga untuk pendidikan karakter. Menurut saya sungguh sayang sekali bila tambahan jam belajar menjelang Ujian Nasional hanya melulu pendalaman materi dan latihan soal mata pelajaran Ujian Nasional saja. Pendidikan karakter tidak boleh dilupakan dan harus dikedepankan. Peningkatan perolehan nilai UN perlu diletakkan setelah Pendidikan karakter. Pendidikan karakter atau akhlaq dapat dilakukan melalui ke