Langsung ke konten utama

Catatan ketiga tentang Kata

Catatan ketiga

Masih tentang kata

Aku mengulang cerita tentang perkenalanku dengan puisi. Bermula dari ikut lomba baca puisi di kudus. Saat itulah aku belajar membaca puisi. Aku minta diajarin oleh guru bahasa Indonesia Aliyahku. Namanya bu… aduh aku kok lupa. Emm oh kalau tidak salah ingat namanya bu Masni. Tapi ternyata sepertinya dia juga bukan ahli baca puisi. Tapi Bu Masni sangat membantuku.

Pertama, yang kami lakukan adalah memberi garis-garis miring pada naskah puisi yang akan aku baca. Garis miring itu untuk menandai di mana aku harus memberi jeda dalam membaca. Satu garis miring berarti jeda sebentar. Dua garis miring berarti jeda panjang. Kedua, Bu Masni memintaku membaca kemudian bu Masni membacakan dengan cara yang menurutku lebih bagus kemudian aku mencoba lagi dan mencoba lagi. Hari itu hari jumat. Karena hari itulah hari libur kami. Aku belajar sampai terdengar adzan jumat. Aku jumatan dulu. Setelah jumatan dijamu dengan makan siang. Wah bu Masni memang dengan baik. Ternyata suami bu Masni juga guru.

Hari berikutnya (Sabtu), waktu sekolah, Bu Masni memintaku datang ke kelas tiga. Saat itu kelasku sedang kosong dan Bu Masni mengajar kelas tiga. Aku diminta membacakan puisi di depan kelas tiga. Aku grogi juga tapi sangat puas. Saat itu merasa pembacaan puisi sangat bagus. Aku yakin sekali bisa memenangkan lomba.

Kakakku juga ikut memberi masukan saat aku latihan di rumah. Dia tertawa ketika aku membaca kata demarga. Apa itu dermaga? Tanyanya. Setelah kulihat lagi naskahnya , ternyata yang benar dermaga. Tapi aku terlanjur setangah hafal sehingga saat lomba aku juga keceplosan mengucapkan demarga bukan dermaga.

Saat lomba, aku melihat satu-persatu peserta dipanggil dewan juri untuk membacakan puisi pilihannya di panggung. Tiba-tiba aku merasa kalah. Banyak peserta yang membacanya jauh lebih bagus daripada aku. Tapi ada juga kok yang lebih jelek dari pada aku.

Waktu namaku dipanggil aku sudah deg-degan. Kukencangkan tali sepatu. Orang disampingku melihatku dan menyarankan agar aku melepas sepatu saja agar lebih nyaman. Ah sudah terlanjur. Sebenarnya aku ingin melihat lomba itu sampai selesai tapi bapak mengajakku pulang karena hari sudah siang.

Kira-kira dua tahun kemudianaku sudah di Jogja, sudah jadi anak rantau, mahasiswa kere di UGM. Maka bertemulah aku dengan Luthfi dengan KPKPnya. Katanya KPKP itu kepanjangannnya kelompok kabeh-kabeh puisi. Di kelompok itulah aku terpaksa menulis puisi setidaknya setiap minggu sekali. Setiap pertemuan, semua anggota yang datang diminta membacakan puisinya masing-masing secara bergantian.

Pernah juga kami belajar merangkai kata bersama. Kami duduk melingkar. Satu persatu kami menyebutkan satu kata. Kata apa saja secara bergantian. Kemudian dua kata atau frase. Ada beberapa frase yang muncul kami bahas.

Kami juga sempat membuat pentas pembacaan puisi kecil-kecilan. Menata panggung dengan beberapa hiasan. Membuat publikasi yang antik. Setiap anggota diminta membuat publikasi dengan caranya masing-masing dan menempelkanya di salah papan pengumuman yang ada di fakultas. Pentas itu kadang sekedar pentas, kadang dalam rangka ulang tahun, kadang dalam rangka hari besar.

Waktu terus berlalu dan tahu-tahu KPKP semakin jarang ketemu dan tiba-tiba Lutfi menghilang. Kenon mengusulkan agar KPKP diganti namanya biar lebih asyik. Maka berubahlah namanya menjadi PONDOH.

Ohya Kenon pernah menipu kami satu kali. Kurang ajar dia. Saat itu kenon datang. Dia menyodorkan beberapa puisi. Katanya karya temannya. Kami baca kemudian kami komentari. Pada akhir pertemuan dia mengaku bahwa itu karya Kenon sendiri. Sialan. Sebenarnya di puisi itu juga tertulis nama penulisnya; Muhammad Ramadhan Batubara tapi saat itu aku tidak tahu bahwa itulah nama asli Kenon. Untuk meyakinkan kami, Kenon menunjukkan KTPnya.

Pada kesempatan yang lain aku dan teman-teman mengadakan pameran puisi. Puisi kok dipamerkan. Aneh-aneh saja. Ah biasa saja ding. Hi hi hi. Kami kumpulkan puisi teman-teman untuk kami pamerkan di selasar Auditorium bersama puisi-puisi atau syair muallaqat dalam bahasa Arab. Di saat yang lain, bersama teman yang lain, kami membuat pameran puisi, cerpen, dan seni rupa. Kali ini penatannya lebih bagus karena dengan beberapa instalasi asal-asalan. He he he.

Sampai sekarang aku masih merasa belum bisa menulis puisi. Aku merasa puisiku tidak ada yang bagus. Lagian aku memang jarang, sangat jarang menulis puisi. Ya sangat jarang menulis. Miskin karya.

Senang sekali rasanya akhirnya bisa berkenalan dengan Hasta Indriyana yang puisinya sudah diakui banyak orang. Suatu kali aku bertanya bagaimana cara membuat puisi. Katanya membuat puisi itu seperti membuat kursi. Kursi itu banyak jenisnya. Terserah kita mau membuat kursi yang seperti apa. Yang penting nyaman digunakan.

Aku baca beberapa puisi Hasta dalam kumpulan puisinya Tuhan, Aku Lupa Menulis Sajak Cinta. Kemudian aku coba menulis puisi. Hanya bisa menulis satu puisi pendek yang jelek. Memalukan.

Beberapa minggu kemudian ada diskusi tentan romantisisme di AKY. Silvia Tiwon yang sengaja diundang untuk mengisi diskusi itu, antara lain, mengatakan bahwa kecenderungan pusi di Indonesia sekarang adalah puisi lirik. Adapun puisi epik semacam balada yang panjang seperti Pengakuan Pariyem-nya Linus Suryadi, hampir tidak ada.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKOKOHLAH BAHTERAMU

🌹Ramadhan ke-7 PERKOKOHLAH BAHTERAMU, KARENA SAMUDRA ITU DALAM 🍃🌾Rasulullah pernah berpesan pada Abu Dzar tentang tiga hal. Kata Rasul, “Wahai Abu Dzar, perkokohlah bahteramu, karena samudra itu dalam. Perbanyaklah bekalmu karena perjalanan itu panjang. Ikhlaskanlah amalmu, karena pengintaimu sangat jeli.” ⛵️⛵️Pertama, perkokohlah bahteramu karena samudra itu dalam. Dalamnya samudra itu mengandung resiko. Jika tenggelam, kita bisa mati. Samudra yang dalam itu juga penuh rahasia. Kita tidak pernah tahu ada apa saja di dalamnya. Karang yang besar atau ikan yang buas, sewaktu-waktu bisa mencelakai kita. Karena itu, pengarung samudra yang dalam memerlukan bahtera yang kuat, yang bisa melindungi penumpangnya dari resiko tersebut. ⛵️⛵️Inilah analogi hidup manusia. Hidup manusia di dunia ibarat hidup di tengah samudra yang dalam tersebut. Mempersiapkan bahtera yang kuat berarti mempersiapkan segala hal yang bisa membuatnya bertahan dan mudah mencapai tujuan hidupnya, yaitu akhirat. Tan

Jangan Marah, Ya!

Jangan Marah, Ya! Sebuah Naskah Pidato Singkat untuk siswa MI Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Pertama, Marilah kita berterima kasih kepada Allah Yaitu dengan membaca Hamdalah. Alhamdu.....lillah. Terima kasih Ya. A....llah. Telah kau beri kami A....kal. Sehingga kami dapat bela...jar. Bukan kurang a... jar. Alhamdu....lillah. Kedua, Mari kita membaca sholawat. Allahumma Sholli Ala Muhammad! Bapak-Ibu Guru yang saya hormati, Adik, Kakak, dan teman-teman semua yang saya sayangi. Siapakah yang ingin masuk surga? Ya. Kita semua, pasti, ingin masuk surga. LA TAGHDHOB WALAKAL JANNAH Janganlah marah, maka kamu akan masuk sur...ga. Orang yang ingin masuk surga, maka dia tidak boleh ma..... rah. Walaupun tidak naik kelas, tidak boleh ma.... rah Walaupun tidak dibelikan seragam baru tidak boleh ma.... rah Walaupu

Doa Mohon Belas Kasihan Allah

رَبِّ إِنِّىٓ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْـَٔلَكَ مَا لَيْسَ لِى بِهِۦ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِى وَتَرْحَمْنِىٓ أَكُن مِّنَ ٱلْخَٰسِرِينَ Rabbi innii a'uudzu bika an as-alaka maa laysa lii bihi 'ilmun wa-illaa taghfir lii watarhamnii akun mina alkhaasiriin Ya Tuhanku, sungguh aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui hakikatnya. Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi (Hud 47) Aamiin