Langsung ke konten utama

Memahami Islam Nusantara dalam Bingkai Ilmu Nahwu

Memahami Islam Nusantara dalam Bingkai Ilmu Nahwu
(Kamis, 16/07/2015 07:01)

Oleh Umar A.H.

Akhir-akhir ini banyak perdebatan muncul tentang “islam nusantara” yang jadi tema besar Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, pada 1 - 5 Agustus mendatang. Sebagian pakar setuju dengan konsep tersebut, namun tidak sedikit yang meragukan (baca : sinis) dengan gagasan tersebut karena dianggap bagian dari rangkaian proses sekularisasi, liberisasi pemikiran Islam yang telah digelorakan sejak tahun 80-an oleh Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid.
Sebagian lagi menilai bahwa gagasan Islam Nusantara juga berpotensi besar untuk memecah-belah kesatuan kaum Muslim, sehingga akan muncul istilah Islam Nusantara, Islam Amerika, Islam Australia, dan sebagainya. Gagasan Islam nusantara disinyalir akan memicu sikap saling menonjolkan kedaerahannya didalam eksistensinya ber-Islam. Seperti cara membaca Qur’an dengan langgam Jawa yang akan memunculkan berbagai egoisme Islam yang bersifat kedaerahan seperti gaya baca Sunda, Batak, Makassar, Aceh, Palembang.

Bagi pengusung ide “islam nusantara”, - sebagaimana dikatakan oleh Moqsith Ghazali- Ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Islam nusantara bukan sebuah upaya sinkretisme yang memadukan Islam dengan "agama Jawa", melainkan kesadaran budaya dalam berdakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendahulu kita walisongo. Islam nusantara tidak anti arab, karena bagaimanapun juga dasar-dasar islam dan semua referensi pokok dalam ber-islam berbahasa Arab.

Terlepas dari perbedaan prespektif di atas, untuk memahami istilah islam nusantara  -bagi kami orang awam-, tidak diperlukan pembahasan yang jlimet, ruwet bin ndakik-ndakik sebagaimana yang dipaparkan oleh para cendekiawan, kiai, professor, tetapi dengan memahami kata dari term islam nusantara yang mana terdiri dari dua kata yang digabung menjadi satu, atau dalam kamus santri dinamakan idhafah yaitu penyandaran suatu isim kepada isim lain sehingga menimbulkan makna yang spesifik, kata yang pertama disebut Mudhaf (yang disandarkan) sedang yang kedua Mudhaf ilaih (yang disandari).

Imam ibnu malik, pakar nahwu dari Andalusia spanyol menyatakan :

نُوناً تَلِي الإعْرَابَ أو تَنْوِينَا # ممّا تُضِيفُ احْذِفْ كَطُورِ سِينَا

وَالثَّانِيَ اجْرُرْ وانو من أَوْ فِي إذا # لَمْ يَصْلُحِ الّا ذَاكَ وَالّلامَ خُذَا

لِمَا سِوَى ذَيْنِكَ واخصص أولا # أو أعطه التعريف بالذي تلا

Terhadap Nun yang mengiringi tanda i’rob atau Tanwin dari pada kalimah yg dijadikan Mudhaf, maka buanglah! demikian seperti contoh: thuuri siinaa’

Jar-kanlah! lafazh yg kedua (Mudhof Ilaih). Dan mengiralah! makna MIN atau FI bilamana tidak pantas kecuali dengan mengira demikian. Dan mengiralah! makna LAM

pada selain keduanya (selain mengira makna Min atau Fi). Hukumi Takhshish bagi lafazh yg pertama (Mudhaf) atau berilah ia hukum Ta’rif sebab lafazh yg mengiringinya (Mudhaf Ilaih

Dari teori di atas dapat dipahami bahwa istilah islam nusantara merupakan gabungan kata islam yang berarti agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad serta kata nusantara yang dalam KBBI merupakan nama bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia, penggabungan ini bertujuan untuk mencapai makna yang spesifik. Namun penggabungan kata ini masih menyisakan berbagai pemahaman, karena sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Malik diatas, bahwa penggabungan (idhafah) harus menyimpan Huruf Jar (harf al-hafd) yg ditempatkan antara Mudhaf dan Mudhaf Ilaih untuk memperjelas hubungan pertalian makna antara Mudhaf dan Mudhaf Ilaih-nya. Huruf-huruf simpanan tersebut berupa MIN, FI dan LAM.

Peng-Idhafah-an dengan menyimpan makna huruf MIN memberi faidah Lil-Bayan (penjelasan) apabila Mudhaf Ilaih-nya berupa jenis dari Mudhaf. Teori ini tidak bisa di aplikasikan pada susunan Islam nusantara karena nusantara bukan jenis dari kata islam, jika dipaksakan akan memunculkan pemahaman bahwa islam nusantara merupakan islam min (dari) Nusantara, toh pada kenyataannya Islam hanya satu yaitu agama yang dibawa oleh Rasul akhir zaman.

Peng-Idhafah-an dengan menyimpan makna huruf LAM berfaidah Kepemilikan atau Kekhususan (Li-Milki, Li-Ikhtishash). Memahami dengan teori ini akan memunculkan takhsis dalam terhadap islam, islam untuk orang nusantara, realitanya islam agama yang universal, bukan agama yang khusus golongan atau bangsa tertentu.

Sedangkan Idhafah dengan menyimpan makna huruf  FI berfaidah Li-Dzarfi apabila Mudhaf Ilaih-nya berupa Dzaraf  bagi lafazh Mudhaf. Teori ini merupakan yang paling tepat digunakan dalam memahami term islam nusantara, karena sebagaimana disebut di atas kata nusantara merupakan nama bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia, artinya Islam Fi Nusantara, agama islam yang berada dinusantara, yaitu agama islam yang dibawa oleh Nabi yang diimani oleh orang-orang nusantara. Makna kata islam disini tidak tereduksi karena di-idhafah-kan dengan kata nusantara, karena hubungan antara Mudhaf-Mudhaf ilaih disini sebatas menunjukan spesifikasi tempat atas Mudhaf ilaih.

Dari uraian singkat diatas, dapat dipahami bahwa term Islam Nusantara bukan merupakan upaya me-lokal-kan islam, atau bahkan membuat “agama” Islam Nusantara akan tetapi usaha dalam memahami dan menerapkan islam tanpa mengesampingkan tempat islam di imani dan dipeluk.

Wa Allahu ‘Alam bi al-Shawab

Umar A.H, santri ndeso

Sumber nu online

Artikel terkait:
Mabadi ‘Asyrah Islam Nusantara (Sabtu, 01/08/2015 16:00)
Batu Akik Syaikhona Kholil dan Pesan Muktamar NU (Sabtu, 25/07/2015 12:00)
Quraish Shihab dan Islam Nusantara (Jum'at, 24/07/2015 14:01)
Lebaran, Bareskrim, dan Islam Nusantara (Selasa, 21/07/2015 13:33)
Islam Nusantara dan Islam Sehari-hari: Potret Respon dan Tantangan Gagasan Islam Nusantara di Desa (Senin, 20/07/2015 16:01)
Islam Nusantara, Jaran Kepang, dan Logika Soto (Ahad, 19/07/2015 09:00)
Kesalahpahaman Islam Nusantara (Selasa, 14/07/2015 07:01)
Metodologi Islam Nusantara (Ahad, 12/07/2015 12:01)
Upaya Memahami Islam Nusantara (Ahad, 12/07/2015 07:01)
Islam Nusantara dan Sociological Jurisprudence (Sabtu, 11/07/2015 09:03)
Tadarus Warna-Warni Pemikiran Islam Nusantara (Jum'at, 10/07/2015 08:03)
Membumikan al-Kulliyat al-Khams sebagai Paradigma Islam Nusantara (Rabu, 08/07/2015 08:05)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKOKOHLAH BAHTERAMU

🌹Ramadhan ke-7 PERKOKOHLAH BAHTERAMU, KARENA SAMUDRA ITU DALAM 🍃🌾Rasulullah pernah berpesan pada Abu Dzar tentang tiga hal. Kata Rasul, “Wahai Abu Dzar, perkokohlah bahteramu, karena samudra itu dalam. Perbanyaklah bekalmu karena perjalanan itu panjang. Ikhlaskanlah amalmu, karena pengintaimu sangat jeli.” ⛵️⛵️Pertama, perkokohlah bahteramu karena samudra itu dalam. Dalamnya samudra itu mengandung resiko. Jika tenggelam, kita bisa mati. Samudra yang dalam itu juga penuh rahasia. Kita tidak pernah tahu ada apa saja di dalamnya. Karang yang besar atau ikan yang buas, sewaktu-waktu bisa mencelakai kita. Karena itu, pengarung samudra yang dalam memerlukan bahtera yang kuat, yang bisa melindungi penumpangnya dari resiko tersebut. ⛵️⛵️Inilah analogi hidup manusia. Hidup manusia di dunia ibarat hidup di tengah samudra yang dalam tersebut. Mempersiapkan bahtera yang kuat berarti mempersiapkan segala hal yang bisa membuatnya bertahan dan mudah mencapai tujuan hidupnya, yaitu akhirat. Tan
Minggu 1 Agustus  2004 yuli dah pergi dan aku merasa belum memberinya apa-apa.  sayang kami tidak akan pernah bertemu lagi. Aku hanya ada satu kemungkinan untuk bertemu dengan kembarannya... aku harus menunggu setahun lagi. padahal bisa saja besok pagi aku mati. Kau tahu semakin banyak kendaraan yang melaju dengan cepat di jalan. setiap kali menyebrang jalan maka aku harus bersiap untuk masuk ke duani kematuian. Kau juga tahu semakin banyak pisau yang diasah untuk melukai dan membunuh orang lain dengan berbagai tujuan....kau lihat tubuhku.... kurus, trinkih... sebuah sasaran yang mudah ditaklukan hanya dengan pelototan mata yang menyeramkan... bisa saja saat aku menyapamu tiba-tiba ada peluru nyasar yang bisa membunuhku seketika... yang pasti aku tidak bisa melawan serangan-serangan kematian itu. Dari pada aku ketakutan dan tidak berani kemanan-mana maka mau ngagka mau aku harus membunuh rasa takut itu... sembunyi se aman apapun tidak akan memberikan jaminan keselamatan dari i