Langsung ke konten utama

Kriteria Khas Aswaja NU

Kriteria Khas Aswaja NU Rumusan Muktamar Ke-33
(Selasa, 11/08/2015 10:41)

Jakarta, NU Online
Kian menjamurnya sejumlah kelompok berseberangan yang mengaku mengaku paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) mendorong Nahdlatul Ulama merumuskan dan menegaskan ulang sejumlah kriteria khas Aswaja yang dipegang NU pada Muktamar Ke-33 NU 1-5 Agustus 2015 lalu.
Menurut KH Afifuddin , ketua Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudliuiyah yang membahas persoalan ini, rumusan tersebut penting diangkat agar m Muhajir asyarakat mengerti kriteria Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah yang mengedepankan ketersambungan ajaran kepada Rasulullah dan sikap moderat.

Dengan mendasarkan diri pada berbagai dalil dari al-Qur’an, Hadits,  dan pendapat ulama, sidang komisi Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudliuiyah yang dihadiri para kiai dari PCNU dan PWNU se-Indonesia serta PCINU ini akhirnya menetapkan 14 butir kriteria istimewa. Hasil sidang komisi disahkan pada sidang pleno Muktamar Ke-33 NU, Rabu (5/8). Berikut kutipan selengkapnya:

1. Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah firqah yang memiliki khashaish (kekhususan) yang membedakan dengan berbagai firqah yang lain di dalam Islam. Khashaish itu merupakan berbagai keistimewaan yang dimiliki oleh berbagai firqah yang lain. Khashaish sebagai keistemewaan itu, antara lain:

Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah merupakan satu-satunya firqah (golongan) di antara berbagai firqah di dalam Islam yang disebut oleh Nabi SAW sebagai firqah ahli surga. Mereka adalah para shahabat Nabi SAW. yang dikenal dengan sebutan As-Salafush Shalih yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Nabi. SAW. dan dilanjutkan oleh tabi'in dan tabi'it tabi'in, dua generasi yang memiliki keutamaan sebagaimana dinyatakan oleh Nabi SAW. Kemudian diikuti oleh para pengikutnya sampai sekarang.

2. Menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dua sumber pokok syari'at Islam, dan menerima dua sumber yang lahir dari keduanya, yakni ijma' dan qiyas.

Memahami syari'at Islam dari sumber Al-Qur'an dan As-Sunnah melalui:
a. sanad (sandaran) para shahabat Nabi SAW. yang merupakan pelaku dan saksi ahli dalam periwayatan hadits serta manhaj seleksinya, dan berbagai pemikiran yang diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas tasyri' (penetapan hukum syar'i) setelah beliau wafat. Mereka terutama empat shahabat yang disebut oleh Nabi SAW. sebagai Al-Khulafa' al-Rasyidun telah menyaksikan langsung dan memahami dengan cermat pelaksanaan tasyri' yang dipraktikkan oleh Nabi SAW.
sanad dua generasi setelah shahabat, yakni tabi'in dan tabi'it tabi'in yang telah meneladani dalam melanjutkan tugas tasyri'. Mereka telah mengembangkan perumusan secara kongkrit mengenai prinsip-prinsip yang bersifat umum, kaidah-kaidah ushuliyyah dan lainnya. Mereka adalah para Imam mujtahid, Imam hadits dan lainnya.
Memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah secara menyeluruh berdasarkan kaidah-kaidah yang teruji ketepatannya, dan tidak terjadi mu'aradlah (pertentangan) antara satu nash dan nash yang lain. Dalam hal, diakui dan diterima:
empat Imam mujtahid termasyhur sekaligus Imam madzhab fiqh dari kalangan tabi'in dan tabi'it tabi'in yang telah merumuskan kaidah-kaidah ushuliyyah dan menerapkannya dalam melaksanakan tasyri' yang kemudian menjadi pedoman bagi generasi berikutnya sampai sekarang. Empat mujtahid besar itu; a. Imam Abu Hanifah An-Nu'man ibn Tsabit (80-150 H.), b. Imam Malik ibn Anas (93-173 H.), c. Imam Muhammad ibn Idris Asy-Syafi'i (150-204 H.), dan Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H.).
para Imam madzhab aqidah, seperti Abul Hasan Al-Asy’ari (260-324), dan Abu Mansur Al-Maturidi (W.333 H.).
keberadaan tashawwuf sebagai ilmu yang mengajarkan teori taqarrub (pendekatan) kepada Allah SWT. melalui aurad dan dzikir yang diwadahi dalam thariqah sebagai madzhab, selama sesuai dengan syari'at Islam. Dalam hal ini menerima para Imam tashawwuf, seperti Imam Abul Qasim Al-Junaid al-Baghdadi (W.297H.) dan Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H.).
Melaksanakan syari'at Islam secara kaffah (komprehensif), dan tidak mengabaikan sebagian yang lain.
Memahami dan mengamalkan syari'at Islam secara tawassuth (moderat), dan tidak ifrath dan tafrith.
Menghormati perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyah, dan tidak mengklaim bahwa hanya pendapatnya yang benar, sedangkan pendapat lain dianggap salah.
Bersatu dan tolong menolong dalam berpegang teguh pada syari'at Islam meskipun dengan cara masing-masing.
Melaksanakan amar makruf dan nahi munkar dengan hikmah (bijak/arif), dan tanpa tindak kekerasan dan paksaan.
Mengakui keadilan dan keutamaan para shahabat, serta menghormatinya, dan menolak keras menghina, mencerca dan sebagainya terhadap mereka, apalagi menuduh kafir.
Tidak menganggap siapa pun setelah Nabi SAW. adalah ma'shum (terjaga) dari kesalahan dan dosa.
Tidak menuduh kafir terhadap sesama mukmin, dan menghindari berbagai hal yang dapat menimbulkan permusuhan.
Menjaga ukhuwwah terhadap sesama mukmin, saling tolong menolong, menyayangi, menghormati, dan tidak saling memusuhi.
Menghormati, menghargai, tolong menolong, dan tidak memusuhi pemeluk agama lain.
 

(Red: Mahbib)

Sumber : nu online

Artikel terkait:
Perbedaan Tujuan Pendidikan Agama di Indonesia dengan Negara Lain (Selasa, 11/08/2015 11:41)
MUKTAMAR KE-33 NU
Empat Seruan NU kepada Pemerintah soal Utang Luar Negeri (Kamis, 06/08/2015 11:00)
Inilah Beberapa Perubahan AD/ART NU (Rabu, 05/08/2015 23:30)
MUKTAMAR KE-33 NU
Ketika Pasar Tidak Sempurna, Negara Wajib Intervensi (Rabu, 05/08/2015 17:01)
MUKTAMAR KE-33 NU
Utang Luar Negeri Tidak Boleh Kecuali Kondisi Darurat (Rabu, 05/08/2015 12:01)
NU Dukung Pemerintah Wajibkan Kepesertaan Program BPJS (Rabu, 05/08/2015 11:29)
MUKTAMAR KE-33 NU
NU: Perkawinan Tenaga Kerja di Luar Negeri Wajib Dicatatkan (Rabu, 05/08/2015 04:02)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKOKOHLAH BAHTERAMU

🌹Ramadhan ke-7 PERKOKOHLAH BAHTERAMU, KARENA SAMUDRA ITU DALAM 🍃🌾Rasulullah pernah berpesan pada Abu Dzar tentang tiga hal. Kata Rasul, “Wahai Abu Dzar, perkokohlah bahteramu, karena samudra itu dalam. Perbanyaklah bekalmu karena perjalanan itu panjang. Ikhlaskanlah amalmu, karena pengintaimu sangat jeli.” ⛵️⛵️Pertama, perkokohlah bahteramu karena samudra itu dalam. Dalamnya samudra itu mengandung resiko. Jika tenggelam, kita bisa mati. Samudra yang dalam itu juga penuh rahasia. Kita tidak pernah tahu ada apa saja di dalamnya. Karang yang besar atau ikan yang buas, sewaktu-waktu bisa mencelakai kita. Karena itu, pengarung samudra yang dalam memerlukan bahtera yang kuat, yang bisa melindungi penumpangnya dari resiko tersebut. ⛵️⛵️Inilah analogi hidup manusia. Hidup manusia di dunia ibarat hidup di tengah samudra yang dalam tersebut. Mempersiapkan bahtera yang kuat berarti mempersiapkan segala hal yang bisa membuatnya bertahan dan mudah mencapai tujuan hidupnya, yaitu akhirat. Tan
Minggu 1 Agustus  2004 yuli dah pergi dan aku merasa belum memberinya apa-apa.  sayang kami tidak akan pernah bertemu lagi. Aku hanya ada satu kemungkinan untuk bertemu dengan kembarannya... aku harus menunggu setahun lagi. padahal bisa saja besok pagi aku mati. Kau tahu semakin banyak kendaraan yang melaju dengan cepat di jalan. setiap kali menyebrang jalan maka aku harus bersiap untuk masuk ke duani kematuian. Kau juga tahu semakin banyak pisau yang diasah untuk melukai dan membunuh orang lain dengan berbagai tujuan....kau lihat tubuhku.... kurus, trinkih... sebuah sasaran yang mudah ditaklukan hanya dengan pelototan mata yang menyeramkan... bisa saja saat aku menyapamu tiba-tiba ada peluru nyasar yang bisa membunuhku seketika... yang pasti aku tidak bisa melawan serangan-serangan kematian itu. Dari pada aku ketakutan dan tidak berani kemanan-mana maka mau ngagka mau aku harus membunuh rasa takut itu... sembunyi se aman apapun tidak akan memberikan jaminan keselamatan dari i