Pemanfaatan TIK sebagai Penunjang
Guru nDeso
Pengalaman Faiq Aminuddin, S.S.
(Guru TIK MTs. Irsyaduth Thullab
Tedunan, Wedung, Demak)
TIK Kadang Mengganggu KBM
Kehadiran TIK
(Teknologi Informasi dan kompunikasi) yang canggih di dalam kelas,
kadang malah mengganggu KBM. Hal ini aku alami ketika menjadi peserta
didik.
Aku lahir pada tahun 1979
di desa Tedunan. Aku mulai belajar komputer ketika aku kuliah di UGM
Yogyakarta mulai tahun 1997. Aku belajar komputer dengan memanfaatkan
komputer yang ada di sekretariat organisasi kemahasiswaan dan
komputer yang ada di warnet tempat kerjaku. Saat itu perkuliahan yang
aku ikuti belum ada dosen yang mengajar dengan menggunakan LCD
proyector. Saat itu, para dosen masih menggunakan OHP. Sebagai
mahasiswa, saya tidak suka bila ada dosen mengajar menggunakan OHP
untuk menayangkan tulisan-tulisan yang harus kami salin. Kami harus
menyalin tulisan-tulisan tersebut dengan cepat sebelum dosen
menggantinya dengan tanyangan tulisan berikutnya. Seingatku
dosen-dosen favoritku tidak pernah menggunakan OHP. Kejadian ini
membaut saya berkesimpulan bahwa TIK kadang mengganggu KBM bila tidak
digunakan dengan baik.
Pada tahun 2010, saya
menjadi peserta PLPG (Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru) sebagai
guru TIK. Dalam ruang kelas tersedia LCD proyektor dan semua dosen
pemateri menggunakannya sebagai sarana utama untuk menyampaikan
materi. Kadang tayangan materi dengan animasi dan gambar membuatku
lebih mudah untuk memahami materi. Tapi kadang tayangan materi
terlalu banyak animasi tambahan yang tidak ada hubungannya dengan
materi. Dan dosen pemateri yang paling aku sukai ternyata tidak
terlalu sering menjadikan LCD proyektor sebagai media utama
penyampaian materi. Kejadian ini membuat saya berkesimpulan bahwa
guru yang cangggih bukanlah yang guru yang selalu mengajar dengan LCD
proyektor.
Aku dan Komputer
Pada
tahun 2001 desaku terkena banjir. Akibat banjir, aku dan teman-teman
kenal dengan LSM dari Yogyakarta dan akhirnya diberi 1 set komputer.
Dengan komputer ini aku membuat buletin anak yang memuat cerita,
puisi, dan gambar sebagai bahan bacaan anak desa usia sekolah dasar.
Buletin mungil ini kami beri nama PENA dan kami gandakan dengan foto
kopi. Alhamdulillah buletin PENA sekarang sudah mempunyai versi baru
yaitu PENA REMAJA. PENA REMAJA kami terbitkan sebagai bacaan untuk
anak tingkat SLTP dan SLTA.
Keberadaan
komputer sangat membantuku sebagai guru. Pada tahun 2007 aku
dijadikan kepala MTs (Madrasah Tsanawiyah) yang baru saja berdiri di
desaku. Aku manfaatkan komputer dan scanner untuk menyulap buku
pelajaran Bahasa Indonesia menjadi semacam buletin mingguan yang
digandakan dengan foto kopi dan dibagikan kepada peserta didik
sebagai pengganti buku pegangan siswa yang mahal harganya.
Sebagai
guru TIK pada sekolah yang tidak mempunyai laboratorium komputer dan
LCD proyektor, aku sangat terbantu dengan fasilitas tile
printing
pada aplikasi grafis. Dengan aplikasi grafis ini aku mencetak
screenshot
tampilan-tampilan layar komputer yang sesuai dengan materi mata
pelajaran TIK. Screenshot
itu aku cetak dengan fasilitas tile
printing
dalam beberapa kertas (9—16 lembar kertas A4) yang kemudian aku
gabung dengan lem sehingga menjadi gambar yang hampir seluas papan
tulis. Dengan gambar yang besar ini aku menjadi lebih terbantu dalam
menjelaskan pengetahuan komputer kepada para peserta didik yang
hampir tidak pernah memegang komputer. Dari kejadian ini saya
berkesimpulan bahwa kita harus kreatif untuk mengatasi keterbatasan.
Sekarang
tahun 2014. Aku duduk di depan laptop bekas untuk menuliskan
pengalaman untuk dipublikasikan pada blog dan dikutsertakan dalam
lomba. Waktu terus berlalu. Dan aku ingat masa lalu. Dulu, ketika
lulus SLTA belum tahu apa-apa tentang komputer. Sekarang, hampir tiap
hari menghadapi laptop dan internetan. Walau di desa yang sangat jauh
dari kota kecamatan, apalagi kabupaten, dengan komputer dan modem aku
belajar membuat web untuk madrasah, menjalin informasi dengan
teman-teman kuliah melalui media sosial di internet. Dengan sarana
internet dan hp kami dapat menyalurkan bantuan dari teman-teman yang
berada jauh di luar desa. Ada beberapa bantuan buku dan beasiswa yang
kami terima. Alhamdulillah.
Keberadaan
komputer, internet dan HP sangat membantu kami (guru-guru MI dan MTs
Irsyaduth Thullab Tedunan) saat desa kami tenggelam dalam banjir
selama beberapa hari pada bulan Januari 2014. Kami berkumpul di ruang
kelas yang masih digenangi air untuk merpatakan barisan dan membentuk
posko peduli. Melalu media sosial dan HP kami menjalin komunikasi
dengan teman-teman di luar desa sehingga kami dapat mengumpulkan dan
menyalurkan bantuan kepada korban banjir dan juga para peserta didik.
Salah satu anggota relawan posko peduli koprban banjir ini adalah
siswa kelas 9 MTs yang memang suka internetan. Dia kami jadikan
sebagai petugas untuk membuat Fan
Page
dan meng- update
berita pada media sosial.
Pengetahuanku
tentang komputer dan internet tidak aku dapat dari ruang kelas atau
kursus. Aku belajar dan coba-coba, bertanya dan membaca. Mungkin,
teman-temanku juga begitu. Jadi, kita harus aktif dan kreatif.
Sebagai
kepala sekolah, aku punya mimpi untuk membuat perpustakaan digital
yang meminjami para peserta didik dan pendidik dengan semacam tablet
yang diisi dengan berbagai e-book.
Dengan perpustakaan digital, biaya pengadaan dan perawatan buku bisa
lebih hemat. Kadang akau berandai-andai... Andai saja para siswa
sudah punya tablet semua. Atau mungkinkah e-book dibaca dengan DVD
player dan TV? Bukankah hampir semua keluarga punya TV dan DVD
player? Kenapa ini tidak kita manfaatkan sebagai media belajar?
Sayang sekali bila TV hanya digunakan untuk menonton sinetron, music
dan komedi. Mari kita cari solusinya.
Sumber gambar:
http://ppkna2.files.wordpress.com/2013/01/foto607.jpg
Komentar